Debat capres perdana berlangsung pada Selasa, 12 Desember 2023. Pada debat kali ini, tema yang dibahas adalah pemerintahan, hukum, HAM, pemberantasan korupsi, peningkatan layanan publik, penguatan demokrasi, dan kerukunan warga.Â
Tentu ada beberapa momen menarik pada debat tadi malam. Menurut hemat penulis, dari pantauan di twitter, Anies Baswedan memang banyak dibicarakan karena mendominasi debat.Â
Sebaliknya, Prabowo dinilai kurang memberikan jawaban yang memuaskan karena terlalu umum. Sementara Ganjar bermain aman.Â
Yang menarik dari debat tadi malam adalah pertanyaan yang diajukan cukup untuk menjawab isu-isu yang terjadi. Misalnya terkait isu HAM di Papua.Â
Tentu yang menarik bagi saya adalah pertanyaan di bidang hukum. Panelis bertanya terkait lembaga kekuasaan kehakiman yang seharusnya independen tapi dalam praktiknya mudah di intervensi.Â
Bagi saya, pertanyaan panelis itu bak umpan lambung pada kandidat soal putusan MK tentang syarat batas umur cawapres.
Prabowo menjawab permsalahan itu dengan cara meningkatkan gaji hakim dan memperbaiki kualitas hidup penegak hukun.Â
"Saya akan memperbaiki kualitas hidup semua hakim-hakim di Republik Indonesia, semua pekerja di sekitar pengadilan dan semua penegak hukum akan saya perbaiki kualitas hidupnya, gajinya diperbaiki supaya mereka tidak dapat diintervensi, tidak dapat disogok."
Umpan lambung dari panelis itu lalu disambut oleh Ganjar. Dalam kesempatan itu, Ganjar bertanya tentang Putusan MK kepada Prabowo.Â
Jika diibaratkan dengan sepak bola, pertanyaan Ganjar dianulir VAR (offside). Moderator menyatakan apa yang Ganjar lakukan tidak sesuai karena saat itu bukan segmen tanya jawab.Â
Umpan lambung dari panelis itu kemudian disambut dengan baik oleh Anies Baswedan pada sesi tanya jawab.Â
Anies menyebut ada permasalahan etika dalam Putusan MK tersebut. Lalu Anies bertanya kepada Prabowo terkait hal itu.Â
Pada momen inilah bagi saya Prabowo mulai terlihat emosi. Prabowo menyebut jika putusan MK itu bersifat final dan tidak bisa diubah. Ia hanya menjalankan putusan itu.Â
Prabowo bahkan menyebut jika tak suka dirinya, rakyat lebih baik tidak usah memilih.Â
Menanggapi itu, Anies lalu berbicara tentang fenomena orang dalam yang menyebalkan bahkan ke ranah yang lebih tinggi lagi yaitu kekuasan.Â
"Fenomena Ordal ini menyebalkan, di seluruh Indonesia kita menghadapi fenomena ordal (orang dalam). Mau ikut kesebelasan ada oradalnya, mau jadi guru ordal, mau masuk sekolah ada ordal, mau dapat tiket konser ada ordal, ada ordal dimana-mana yang membuat meritokrasi enggak berjalan, yang membuat etika luntur," ujar Anies
Tentu sindiran orang dalam itu sangat menohok karena dalam putusan MK, Anwar Usman yang tak lain adalah paman Gibran ikut terlibat khususnya dalam perkara yang diajukan oleh Almas.Â
Padahal dalam dua putusan sebelumnya MK dengan tegas menolak. Bahkam menyebut jika batas usia cawapres adalah kebijakan hukum terbuka yang mana itu adalah kewenangan DPR.Â
Tapi, menurut Saldi Isra, MK berubah dalam sekejap setelah Anwar Usman ikut dalam merumuskan putusan. Inilah yang dinilai jika lembaga kehakiman tak lagi independen dan mudah diintervensi oleh kekuasaan.Â
Pada tahap ini, Indonesia bukan lagi negara hukum, tapi negara kekuasan dan itu kerap disebut oleh Anies. Di sisi lain, persoalan mudah diintervensinya hakim bukan hanya soal gaji yang kurang.Â
Lebih dari itu, intervensi itu justru datang dari kekuasaan yang mana sangat berpengaruh terhadap independensi lembaga kehakiman. Untuk itu, diperlukan kontrol yang kuat terhadap kekuasaan agar lembaga kehakiman tidak mudah diintervensi.Â
Tentu kritik itu bisa kita bangun dari mekanisme perekrutan. Misalnya mekanisme pengajuan hakim MK yang bisa diajukan oleh tiga lembaga yaitu DPR, Pemerintah, dan KY.Â
Tentu jika melihat sisi independensi, maka akan sulit untuk menghilangkan sisi kepentingan dari lembaga-lembaga tadi.Â
Yang paling menohok jelas pencopotan hakim Aswanto. Ia mendadak diberhentikan karena dinilai kerap mengagalkan undang-undang produk DPR. Padahal ia adalah hakim usulan DPR.Â
Jika melihat pada kacamata ini, setiap hakim seakan-akan mewakili ketiga lembaga tersebut. Padahal diusulkan oleh lembaga bukan berarti harus mengakomodir kepentingan lembaga.Â
Tentu yang harus berperan terhadap independensi kehakiman adalah KY. KY seperti tidak bisa berbuat apa-apa tak kala kekuasaan ikut serta mengintervensi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H