Umpan lambung dari panelis itu kemudian disambut dengan baik oleh Anies Baswedan pada sesi tanya jawab.Â
Anies menyebut ada permasalahan etika dalam Putusan MK tersebut. Lalu Anies bertanya kepada Prabowo terkait hal itu.Â
Pada momen inilah bagi saya Prabowo mulai terlihat emosi. Prabowo menyebut jika putusan MK itu bersifat final dan tidak bisa diubah. Ia hanya menjalankan putusan itu.Â
Prabowo bahkan menyebut jika tak suka dirinya, rakyat lebih baik tidak usah memilih.Â
Menanggapi itu, Anies lalu berbicara tentang fenomena orang dalam yang menyebalkan bahkan ke ranah yang lebih tinggi lagi yaitu kekuasan.Â
"Fenomena Ordal ini menyebalkan, di seluruh Indonesia kita menghadapi fenomena ordal (orang dalam). Mau ikut kesebelasan ada oradalnya, mau jadi guru ordal, mau masuk sekolah ada ordal, mau dapat tiket konser ada ordal, ada ordal dimana-mana yang membuat meritokrasi enggak berjalan, yang membuat etika luntur," ujar Anies
Tentu sindiran orang dalam itu sangat menohok karena dalam putusan MK, Anwar Usman yang tak lain adalah paman Gibran ikut terlibat khususnya dalam perkara yang diajukan oleh Almas.Â
Padahal dalam dua putusan sebelumnya MK dengan tegas menolak. Bahkam menyebut jika batas usia cawapres adalah kebijakan hukum terbuka yang mana itu adalah kewenangan DPR.Â
Tapi, menurut Saldi Isra, MK berubah dalam sekejap setelah Anwar Usman ikut dalam merumuskan putusan. Inilah yang dinilai jika lembaga kehakiman tak lagi independen dan mudah diintervensi oleh kekuasaan.Â
Pada tahap ini, Indonesia bukan lagi negara hukum, tapi negara kekuasan dan itu kerap disebut oleh Anies. Di sisi lain, persoalan mudah diintervensinya hakim bukan hanya soal gaji yang kurang.Â
Lebih dari itu, intervensi itu justru datang dari kekuasaan yang mana sangat berpengaruh terhadap independensi lembaga kehakiman. Untuk itu, diperlukan kontrol yang kuat terhadap kekuasaan agar lembaga kehakiman tidak mudah diintervensi.Â