Untuk mengakali itu, e-commerce membuat fitur serupa yaitu live streaming. Dari sisi kemajuan teknologi, tentu inovasi TikTok mampu mendorong aplikasi lain membuat hal serupa. Tapi, perlu dilihat kembali apakah inovasi itu menguntungkan pedagang kecil (UMKM) atau tidak.Â
Sebelumnya, di Inggris sempat ramai dengan Project S TikTok. Masyarakat di Inggris ramai berbelanja produk asal China melalui TikTok.
Lalu, apa sebabnya produk dari China itu bisa masuk ke Inggris? Tentu mereka memakai algoritma. Pihak TikTok akan meninjau barang apa saja yang sedang tren di Inggris. Berkat data yang mereka punya, TikTok akrhinya membuat produk serupa.Â
Produk tersebut dijual dengan harga yang murah karena transaksi terjadi langsung di TikTok. Selain itu, nantinya algoritma yang akan menentukan. Produk-produk yang banyak dijangkau (FYP) adalah produk dari TikTok dan produk lokal sulit naik.Â
Project S inilah yang lantang ditolak pemerintah karena bisa membunuh UMKM. Tampaknya, hal itu sudah terasa saat ini. UMKM mulai terancam dan pemerintah harus segera mencari solusi untuk menangani masalah ini.Â
Hal ini bisa kita lihat dengan beberapa pengakuan masyarakat yang sudah mengikuti live streaming tapi tidak ada yang menonton. Artinya, sistem algoritma yang dijelaskan di awal tadi memang merugikan pedagang kecil.Â
Selain sulit untuk FYP karena harus melawan algoritma, persaingan lainnya adalah barang yang dijual terlalu murah. Menurut Teten Masduki hampir 80 persen produk yang dijual berasal dari China.Â
Coba Anda lihat harga barang yang dijual di TikTok Shop, ada sweeter dengan harga Rp. 20.000 saja. Tentu dengan harga itu maka UMKM kita sulit bersaing karena biaya produksi tidak murah. Â
Seperti yang disinggung di atas, Indonesia adalah negara kedua di dunia dengan pengguna TikTok terbanyak. Jadi, bisa dibayangkan orang yang tadinya hanya bermain media sosial bisa berubah pikiran menjadi konsumen. Dari sinilah TikTok sukses meraup cuan.Â
Lalu, apa bedanya TikTok Shop dengan marketplace di Facebook dan Instagram? Tentu berbeda. Facebook atau Instagram hanya sarana untuk mengiklankan produk.Â
Sementara transaksi sendiri dilakukan di luar aplikasi. Artinya hanya sebagai perantara atau penghubung dengan website resmi penjual.Â