Misalnya, kata makan dalam bahasa Sunda memiliki banyak kosa kata. Tapi, kata makan untuk diri sendiri, orang lain (termasuk sesama, junior, dan orang tua) itu berbeda.Â
Makan untuk diri sendiri "neda", untuk orang lain "tuang", dan untuk sesama biasanya "dahar." Nah, dalam tingkatan itu maka bahasa Sunda itu ada tiga, yakni lemes (sopan), sedeng (sedang), dan kasar.Â
Lalu, di mana letak kata maneh tadi? Apakah masuk dalam kosa kata sopan, sedang, atau kasar? Di daerah saya, khususnya di Bandung, kata tersebut cukup kasar apalagi jika dilontarkan kepada orang yang lebih tua.Â
Tapi, berbeda lagi jika kata tersebut dipakai untuk sesama. Maka, pada posisi ini kata "maneh" menjadi bahasa loma alias sedang. Jadi, penggunaan kata maneh tergantung dengan siapa kita bicara.Â
Meski begitu, faktanya di beberapa daerah selain Bandung, kata maneh justru halus. Bahkan di beberapa daerah ada yang memakai kata "sia" (kamu) yang mana kata itu sangat kasar di daerah Sunda priangan.Â
Tapi, untuk daerah pesisir seperti Banten, kata tersebut biasa alias sedang atau loma. Jadi, kata "maneh" yang disebut kasar tadi bagi saya relatif. Apalagi, guru tersebut berasal dari Cirebon yang mana bahasa Sundanya tidak sama dengan orang Bandung.Â
Dengan kata lain, meski sebagian orang menyebut jika kata "maneh" itu disebut tidak sopan, tapi ingat di beberapa daerah tertentu itu hal biasa. Selain itu, jika hanya si guru saja yang disalahkan terkait kata "maneh", bagaimana dengan RK yang memakai kata yang sama?Â
Bukankah pejabat juga harus memberi contoh pada rakyatnya? Inilah yang terjadi alias netizen memakai standar ganda.Â
Meski begitu, saya sendiri sempat mencari tahu mengapa dialek Sunda bisa berbeda dan memiliki tingkatan seperti itu. Ternyata, hal tersebut merupakab warisan masa kolonialisme.
Selain itu, daerah Sunda Priangan juga terpengaruh Mataram yang mana dari sisi bahasa memakai tingkatan seperti di atas. Mirisnya lagi, saat itu kolonialisme menetapkan bahwa bahasa Sunda priangan adalah patokannya alias resmi.Â
Sampai akhirnya, pengkastaan bahasa terjadi sampai saat ini. Mirisnya lagi, yang menentukan itu adalah orang asing bukan orang Sunda sendiri.Â