Hal itu karena dalam tatanan masyarakat yang abstrak, dalam usia tertentu kita harus menggapai tahap hidup tertentu. Itulah yang terjadi saat ini. Urusan pribadi seseorang seakan menjadi urusan komunal.Â
Yang pada akhirnya hal itu menjadi budaya tersendiri. Hidup hanya untuk memenuhi tuntutan orang terdekat atau bahkan masyarakat memang melelahkan.Â
Seperti yang telah diulas di atas, adanya media sosial dan kemajuan teknologi membuat seseorang lebih sering membandingkan dirinya dengan orang lain. Termasuk dalam pencapaian hidup.Â
Kehadiran internet dan ratusan saluran TV jelas luar biasa. Di mana arus informasi itu bisa kita dapat dengan mudah. Mulai dari kondisi yang menyenangkan hingga termiskinkan.Â
Media menyajikan segala hal dari ekstrim terbaik dan terburuk karena itulah yang paling menarik perhatian dan laku dijual. Padahal, mayoritas kehidupan justru terjadi di antara dua ekstrim itu.
Arus informasi yang deras itulah membuat kita berpikir bahwa hidup dengan menjadi luar biasa adalah hal normal. Jika kita tidak mencapai hal yang luar biasa, maka kita merasa menjadi orang biasa-biasa saja alias medioker.Â
Tak jarang orang justru terjebak dalam rasa cemas hingga insecure. Itulah salah satu dampak negatif dari media sosial dan perkembangan informasi yang masif.Â
Tidak bisa dipungkiri, saat ini informasi dengan mudah kita dapat. Tapi, dampak negatifnya adalah kita bisa terjebak FOMO atau bahkan membandingkan diri sendiri dengan orang lain.Â
Lalu apa yang terjadi? Jika kita tidak mencapai tarap hidup seperti orang lain, kita merasa gagal atau tidak berguna. Pada akhirnya hanya meningkatkan stress.Â
Saat ini, berhenti sejenak bermain media sosial dan menyaksikan bias gemerlap kehidupan orang lain adalah obat ampuh bagi kesehatan mental.Â
Faktor lain yang membuat mengapa saat ini menjadi luar biasa begitu diagungkan adalah meritokrasi dan hustle culture. Meritokrasi dinilai sebagai satu paham yang adil. Hal itu karena paham ini memberikan kesempatan memimpin berdasarkan kemampuan atau kecakapan individu. Bukan karena kuasa.Â