Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Mungkinkah Profesi Pengacara Digantikan Teknologi AI?

3 Maret 2023   13:00 Diperbarui: 3 Maret 2023   17:23 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saat ini, teknologi AI sudah masuk ke beberapa sektor termasuk pengacara. | Foto: KOMPAS.COM

Saya selalu terkesima ketika menonton film fiksi ilmiah. Meski tidak mengerti teori-teori ilmiahnya, tapi fiksi ilmiah membuka pandangan baru bahwa apa yang ada di film bisa menjadi kenyataan. 

Misalnya teknologi Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Beberapa film memberi gambaran betapa hebatnya AI. Bahkan ia menjadi asisten yang baik bagi Shuuri dalam film Black Panther Wakanda Forever. 

Dunia kita saat ini tengah mengarah ke sana. Era kecerdasan buatan lambat laun akan datang. Kita tinggal menunggu waktu kapan teknologi itu datang.

Adanya ChatGPT cukup menggemparkan karena dinilai mampu membantu beberapa pekerjaan seperti membuat artikel atau jurnal. Meski begitu, ChatGPT juga masih belum sempurna dan potensi missleading masih ada. 

Bukan tidak mungkin beberapa pekerjaan yang ada saat ini justru digantikan oleh teknologi AI. Salah satu profesi yang bisa saja terancam adalah pengacara. 

Meski terdengar aneh, nyatanya robot yang dibuat untuk persidangan itu telah ada dan pernah digunakan di Amerika Serikat. Lantas apakah AI mampu menggantikan profesi ini? 

Robot pengacara

Perusahaan DoNotPay merancang robot pengacara AI. CEO DoNotPay, Joshua Browder mengatakan robot bikinannya itu berjalan di smartphone. Pengacara AI ini mendengarkan argumen di pengadilan dan merumuskan pendapat untuk terdakwa secara real time. 

Browder menuturkan mesin bikinannya memakai template AI untuk memenangkan lebih dari dua juta perselisihan dan kasus pengadilan atas nama individu melawan institusi bahkan organisasi.

Robot AI digunakan dalam perkara tilang lalu lintas. Nantinya orang yang berpekara dalam kasus ini akan memakai kacamata pintar yang berfungsi merekam situasi persidangan. 

Sistem kemudian akan memberi tahu tanggapan pada pihak berperkara melalui airpod. Alasan Browder mengembangkan robot pengacara terbilang mulia. 

Di Amerika Serikat, jasa pengacara sangat mahal dan hanya bisa dijangkau oleh kalangan atas. Dengan adanya AI, kaum kalangan menengah ke bawah bisa mengakses keadilan dengan harga yang lebih murah. 

Meski begitu, kehadiran robot pengacara tak lepas dari kontroversi. Terutama terkait aktivitas perekaman di ruang persidangan yang masih ilegal. 

Dalam praktiknya, dari 300 kasus yang ditangani oleh robot AI bikinan Browder, hanya dua yang berhasil. Selain itu, kehadiran robot pengacara ini mendapat penolakan dari para advokat. 

Nyatanya, selain robot pengacara, AI juga bisa digunakan pada sektor lain yang minim kontroversi, khususnya di kantor hukum. Kehadiran AI ini dapat digunakan untuk meringankan tugas advokat dalam proses administrasi. 

Misalnya dalam meninjau surat perjanjian. Hal ini sudah diterapkan oleh salah satu kantor hukum di Amerika Serikat bernama Allen & Overy (AO). 

Dikutip dari kompas.com bahwa A&O telah bermitra dengan startup yang didukung oleh pembuat ChatGPT OpenAI. Mereka memperkenalkan chatbot untuk membantu para pengacara dalam melakukan berbagai tugas di bidang hukum.

Jika dibanding dengan kasus di atas, maka penggunaan chatbot di kantor hukum jauh dari kontroversi. Bahkan kehadiran chatbot ini menunjang kinerja pengacara agar bekerja lebih efisien. 

Di Indonesia sendiri, penggunaan mesin seperti itu sudah ada. Salah satu fitur di hukumonline bahkan menyediakan layanan "kalkulator waris."

Jadi, jika anda memiliki perhitungan soal waris, maka kalkulator waris ini jelas akan bermanfaat. Nah, sudah jelas eksistensi kalkulator waris ini setidaknya bisa membantu tugas advokat. 

Atau, mungkin bagi yang pernah belajar hukum waris akan menepuk jidat dengan adanya fitur ini. Dengan adanya fitur ini, maka jasa konsultan hukum mulai diambil alih oleh AI.  

Aturan hukum 

Lalu, bagaimana dengan aturan hukum di Indonesia terkait eksistensi pengacara robot tersebut? Sejauh ini, di dalam Undang-Udang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, bahwa yang menjadi advokat tetaplah manusia. 

Bahkan untuk bisa menjadi seorang advokat, seseorang harus bergelar sarjana hukum. Kemudian untuk bisa disumpah dan beracara, seseorang harus berumur 25 tahun dan magang selama dua tahun di kantor hukum. 

Pun begitu dengan KUHAP, pihak yang berperkara yakni jaksa, hakim, dan pengacara masih manusia. Dengan kata lain, untuk saat ini aturan hukum terkait pengacara AI di Indonesia masih belum ada. 

Lalu, apakah dengan kemajuan zaman, undang-undang akan mengikutinya? Bukankah undang-undang selalu tertinggal dari kemajuan teknologi? 

Contohnya UU ITE. Dulu tidak ada yang berpikir jika "mencuri" bisa dilakukan lewat internet. Tapi, dengan kemajuan teknologi, hal itu bisa dilakukan. Setelah kejadian itu, maka aturan baru lahir. 

Bisakah hal serupa terjadi dengan robot pengacara AI? Bagi saya sulit direalisasikan. Pertama, setiap peristiwa hukum dan fakta hukum akan cukup sulit dibuat template dalam mesin. 

Misalnya bagimana caranya mesin AI dapat memahami satu kejadian kriminal secara langsung. Setiap peristiwa hukum tentu akan menghasilkan kesimpulan hukum. Tapi, apakah AI dapat membuat kesimpulan atau argumen hukum berdasarkan peristiwa hukum yang ada mungkin terlalu jauh. 

Selain itu, dalam kasus robot pengacara di Amerika Serikat hanya dalam kasus tilang. Tapi, untuk kejahatan lain yang jauh lebih kompleks saya rasa akan sulit karena antara argumen dan peristiwa hukum harus selaras. 

Dengan kata lain, AI bisa saja menanggapi argumen hukum tapi untuk memahami peristiwa hukum bisa saja keliru. Selain itu, untuk tilang di Indonesia sendiri jauh lebih simpel. Apalagi dengan adanya ETLE.

Bagi yang pernah datang ke persidangan tilang, tentu tidak sulit karena kita hanya membayar denda saja. Tidak perlu sidang yang merepotkan. 

Di sisi lain, jika kehadiran AI dinilai untuk menjangkau kaum kalangan bawah karena mahalnya jasa pengacara, di Indonesia ada layanan hukum gratis yang disediakan oleh LBH.

Bisa juga anda datang ke Posbakum di pengadilan negeri setempat. Jasa-jasa itu cuma-cuma. Satu hal yang penting adalah hukum bukan soal urusan matemika atau terpenuhinya unsur-unsur pidana. 

Jika kita memakai AI mungkin bisa memakai kalkulasi di atas. Misalnya jika si A mencuri maka ia ditahan sekitan tahun. Teknologi AI bisa dengan akurat merumuskan hal itu.

Tapi, faktor yang membuat si A mencuri jelas tidak bisa masuk ke dalam kalkulasi AI. Misalnya karena lapar seseorang mencuri, lalu apakah AI dapat merumuskan faktor ini? Saya rasa tidak. 

Keadilan dan kemanusiaan saya kira tidak bisa dirumuskan atau dikalkulasikan oleh AI. Jadi, untuk full mengganti jasa pengacara dengan AI saya kira sulit. Tapi, untuk membantu bidang administrasi, saya kira AI bisa digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun