Bahkan untuk bisa menjadi seorang advokat, seseorang harus bergelar sarjana hukum. Kemudian untuk bisa disumpah dan beracara, seseorang harus berumur 25 tahun dan magang selama dua tahun di kantor hukum.Â
Pun begitu dengan KUHAP, pihak yang berperkara yakni jaksa, hakim, dan pengacara masih manusia. Dengan kata lain, untuk saat ini aturan hukum terkait pengacara AI di Indonesia masih belum ada.Â
Lalu, apakah dengan kemajuan zaman, undang-undang akan mengikutinya? Bukankah undang-undang selalu tertinggal dari kemajuan teknologi?Â
Contohnya UU ITE. Dulu tidak ada yang berpikir jika "mencuri" bisa dilakukan lewat internet. Tapi, dengan kemajuan teknologi, hal itu bisa dilakukan. Setelah kejadian itu, maka aturan baru lahir.Â
Bisakah hal serupa terjadi dengan robot pengacara AI? Bagi saya sulit direalisasikan. Pertama, setiap peristiwa hukum dan fakta hukum akan cukup sulit dibuat template dalam mesin.Â
Misalnya bagimana caranya mesin AI dapat memahami satu kejadian kriminal secara langsung. Setiap peristiwa hukum tentu akan menghasilkan kesimpulan hukum. Tapi, apakah AI dapat membuat kesimpulan atau argumen hukum berdasarkan peristiwa hukum yang ada mungkin terlalu jauh.Â
Selain itu, dalam kasus robot pengacara di Amerika Serikat hanya dalam kasus tilang. Tapi, untuk kejahatan lain yang jauh lebih kompleks saya rasa akan sulit karena antara argumen dan peristiwa hukum harus selaras.Â
Dengan kata lain, AI bisa saja menanggapi argumen hukum tapi untuk memahami peristiwa hukum bisa saja keliru. Selain itu, untuk tilang di Indonesia sendiri jauh lebih simpel. Apalagi dengan adanya ETLE.
Bagi yang pernah datang ke persidangan tilang, tentu tidak sulit karena kita hanya membayar denda saja. Tidak perlu sidang yang merepotkan.Â
Di sisi lain, jika kehadiran AI dinilai untuk menjangkau kaum kalangan bawah karena mahalnya jasa pengacara, di Indonesia ada layanan hukum gratis yang disediakan oleh LBH.
Bisa juga anda datang ke Posbakum di pengadilan negeri setempat. Jasa-jasa itu cuma-cuma. Satu hal yang penting adalah hukum bukan soal urusan matemika atau terpenuhinya unsur-unsur pidana.Â