Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Dear David: Mencari Batas antara Fantasi Seksual dan Pelecehan Seksual

25 Februari 2023   18:13 Diperbarui: 25 Februari 2023   18:22 1053
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Salah satu adegan dalam film Dear David. | Foto: twitter.com/NetflixID

Film Dear David telah rilis beberapa minggu lalu. Tapi, saya telat menonton film karya Lucky Kuswandi tersebut. Jika anda googling dengan kata kunci "dear david", maka jangan heran jika rating film ini rendah, di bawah 50 persen. 

Entah apa yang membuat film ini memiliki rating rendah. Tapi, saya berpendapat alasan di balik rating rendah tersebut karena alur cerita yang berani. Bahkan dianggap tabu di Indonesia. 

Dear David bercerita tentang seorang siswi SMA berprestasi bernama Laras. Ia lahir dari keluarga sederhana, sehingga Laras berusaha menjaga citranya sebagai "anak baik" agar tetap mendapat beasiswa. 

Laras juga aktif sebagai Ketua OSIS dan dekat dengan para guru. Meski begitu, Laras adalah anak remaja yang menuju fase dewasa di mana dalam fase itu ketertarikan akan lawan jenis, bahkan seks tumbuh. 

Untuk itu, Laras menyalurkan fantasi seksualnya dalam tulisan blog pribadi. Tulisan tersebut tidak dipublish sama sekali dan hanya menjadi konsumsi pribadi. 

Hanya saja, yang menjadi objek fantasi Laras adalah David, teman sekelasnya. Di dalam tulisannya, Laras menyalurkan fantasi seksualnyan pada David. Bahkan, dalam satu adegan ketika Laras menyiram seragam David dengan susu dan David membuka baju, itu menjadi salah satu bahan dalam ceritanya. 

Masalah kemudian muncul ketika Laras teledor tidak log out dari akun blognya. Tulisan Laras yang tadinya hanya konsumsi pribadi, kini menjadi konsumsi publik karena ada orang lain yang menyebarkannya.

Dari sinilah masalah muncul dan menjadi perdebatan. Ada yang menyebut apa yang dilakukan Laras sebagai pelecehan seksual dan ada yang menyebut sebagai fantasi belaka. 

Lantas, bagaimana batas antara pelecehan dan fantasi seksual? 

Fantasi dan pelecehan seksual 

Menurut hemat penulis, fantasi seksual dan pelecehan seksual adalah dua hal yang berbeda. Jika kita mengacu pada UU TPKS, perbuatan seksual dibagi dua, yakni fisik dan nonfisik. 

Untuk fisik sendiri tentu kita sudah tahu apa saja. Sementara nonfisik adalah pernyataan, gerak tubuh, atau aktivitas yang tidak patut dan mengarah kepada seksualitas dengan tujuan merendahkan atau mempermalukan orang lain. 

Lalu, perbuatan Laras berfantasi dengan David apakah masuk pelecehan seksual atau tidak? Pada dasarnya, setiap manusia diberi gairah seksual oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dengan kata lain, hal itu tidak bisa lepas dari manusia. 

Hanya saja kita diberi akal agar dalam hidup tidak dituntun oleh gairah seksual saja. Gairah seksual muncul seiring berkembangnya fisik dan pemikiran manusia. 

Begitu juga dengan Laras. Laras dalam film ini adalah seorang anak SMA yang tengah menuju ke dalam fase dewasa. Tentu gairah seksual juga muncul. 

Maka, Laras memilih jalan paling aman untuk menyalurkan gairah seksualnya, yakni menulis cerita fantasi dengan David sebagai objeknya. 

Apa yang dilakukan oleh Laras jelas bukan pelecehan seksual. Laras hanya berfantasi melalui David. Sejatinya fantasi bisa dilakukan di dalam pikiran. Tapi, Laras memilih menulisnya di dalam blog pribadi yang hanya bisa diakses olehnya. 

Bagi saya, berfantasi seksual di ranah privat wajar. Hal itu sejurus dengan UU Pornografi, di mana dalam aturan itu seseorang diperbolehkan merekam segala bentuk aktivitas seksualnya "selama untuk kepentingan pribadi."

Laras jelas tidak salah karena berfantasi di ranah pribadi. Yang salah adalah orang yang tanpa izin masuk ke blog pribadinya lalu menyebarkan ceritanya.

Pelecehan seksual justru muncul setelah tulisan Laras menyebar dan pelakunya adalah teman-teman David. Misalnya saat David ditelanjangi oleh temannya di kamar mandi. 

Atau siswa-siswa lain yang secara terang-terangan secara verbal menghayati setiap alur cerita yang ditulis Laras di depan David. Pun begitu dengan tatapan Ibu Kepala Sekolah yang melihat David penuh dengan gairah. 

Bagi saya, itulah pelecehan seksual nonfisik sebagaimana disinggung di atas. Apa yang dilakukan oleh Laras jelas tidak karena ia hanya berfantasi di ruang privat. Kita pun tidak bisa menghakimi pikiran orang lain. 

Di sisi lain, institusi sekolah jelas tidak menghormati ruang privat siswanya. Hal itu karena pihak sekolah tidak memberi keadilan bagi penyebar tulisan Laras. 

Arya yang jelas-jelas masuk tanpa izin ke blog pribadi Laras lepas dari hukuman. Sementara Laras yang tidak menyebarkan tulisannya harus menanggung semua akibatnya. 

Itu sebabnya, Laras menyebut jika ranah privat di sekolah SMA Cahaya seperti "tai kucing." Berfantasi seksual jelas tidak dilarang selama dalam batas tertentu. 

Dalam satu kutipan pidato Laras menyebut, "saya adalah manusia muda yang punya gairah dan perempuan yang sedang jatuh cinta."

Hal itu tidak salah. Hanya saja budaya kita bertolak belakang. Fantasi seksual seolah-olah hanya milik kaum lelaki. Jika ada perempuan yang memiliki hal itu dicap sebagai perempuan mesum bahkan liar. 

Padahal sama seperti lelaki, perempuan juga punya gairah seksual. Selain itu, citra sebagai perempuan mesum kerap disematkan pada mereka yang kerap mengumbar kemolekan tubuhnya.

Itulah yang dipotret dalam film ini. Sebelum Laras mengaku, Dilla dituduh sebagai penulis cerita karena ia kerap tampil vulgar di media sosial. 

Sementara Laras tidak dicurigai karena ia adalah anak berprestasi dan Ketua OSIS. Dengan citra itu, Laras dianggap lurus seolah-olah hal seksual jauh darinya. 

Glorifikasi

Perdebatan lain yang muncul dalam film ini adalah, sebagian pihak menyebut jika film ini mengglorifikasi pelecehan seksual oleh perempuan. 

Film inu dianggap menormalisasi pelecehan seksual yang dilakukan oleh perempuan. Padahal konsep cerita tersebut tidak demikian. Banyak yang menduga jika posisinya dibalik, maka film ini akan diboikot. 

Seandainya jika David yang berfantasi, maka perdebatan akan lain lagi. Baik laki-laki dan perempuan bisa menjadi korban pelecehan seksual. Hanya saja budaya patriarki membuat korban laki-laki sulit untuk bersuara.

Selama ini, lazimnya laki-laki adalah pelaku dan perempuan adalah korban. Padahal tidak demikian. Saya pernah mendapat klien di LBH, ada remaja laki-laki yang mendapat perlakuan tidak senonoh. 

Dengan begitu, tidak semua laki-laki senang menerima perbuatan yang merendahkannya. Dalam pelecehan seksual, relasi kuasa memegang peranan penting. 

Siapapun yang memiliki kekuasaan penuh atas korbannya, entah itu laki-laki atau perempuan, maka pelecehan terjadi. Contohnya adalah seorang konten kreator di tiktok yang bertanya jalan dengan membusungkan dada pada para lelaki. 

Jelas si konten kreator itu punya kuasa penuh atas korban. Saat itu juga jika korban tidak ada consent, maka pelecehan terjadi. 

Film Dear David memberi pesan pada kita bahwa perempuan pun punya gairah seksualnya sendiri. Hanya saja mereka tidak berani mengungkapkan itu karena akan dianggap sebagai perempuan liar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun