Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Menyoal Usulan Cak Imin Tentang Penghapusan Jabatan Gubernur

7 Februari 2023   11:10 Diperbarui: 7 Februari 2023   11:20 600
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wakil Ketua DPR RI bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin). | DOK. Humas DPR RI via KOMPAS.COM

Senada dengan Bamsoet, Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyatakan jabatan gubernur sebaiknya dipilih oleh presiden karena perpanjangan tangan pemerintah pusat untuk menjaga proyek strategis nasional.

Konsekuensi

Usulan Cak Imin, Ketua MPR, dan PSI soal gubernur perlu dikaji lebih dalam. Hal itu karena usulan tersebut memiliki akibat yang luas, khususnya dalam konstitusi Indonesia. 

Dalam praktiknya, wilayah pemerintahan Indonesia terdiri dari pemerintah pusat dan daerah. Untuk pemerintah daerah terdiri dari provinsi, kabupaten, dan kota. 

Setiap administrasi wilayah itu dipimpin oleh gubernur, bupati, dan wali kota. Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah diberi kewenangan oleh konstitusi untuk mengatur dapur pemerintahannya berdasarkan prinsip otonomi daerah. 

Menghapus atau mengubah pemilihan gubernur jelas bertentangan dengan UUD 1945. Dalam Pasal 18 jelas diatur soal jabatan gubernur. Selain itu, pengisian jabatan daerah termasuk gubernur dipilih secara demokratis melalui pilkada. 

Itu berarti, menghapus jabatan gubernur atau mengubah sistem pemilihan gubernur harus mengamandemen UUD 1945.

Sementara itu, amandemen UUD 1945 tidak sembarangan. Perlu ada alasan yang kuat dan urgen dalam mengubah konstitusi karena akan berpengaruh pada tatananan ketaganegaraan dan aturan yang ada di bawahnya. 

Jika mengacu pada Pasal 37 UUD 1945, perubahan konstitusi di Indonesia termasuk rigid karena harus diajukan 1/3 anggota MPR. Selain itu, dalam mengubah pasal UUD 1945, sidang majelis harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR. 

Tapi, mengubah UUD 1945 tidak hanya soal terpenuhinya hitung-hitungan di atas. Perlu alasan yang kuat dan jelas agar UUD 1945. Selain itu, pasal 37 sebenarnya salah satu cara agar konstitusi kita berlaku dinamis. 

Jika ada pasal yang sudah tidak sesuai dengan zaman, maka berdasarkan Pasal 37 kita tidak perlu mengubah keseluruhan UUD 1945, tapi hanya sebatas pasal yang ingin diubah. 

Pertanyaannya adalah, apakah alasan tidak efektif atau jabatan gubernur yang tidak fungsional cukup untuk dijadikan alasan mengubah UUD 1945? Bagi saya tidak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun