Mengapa DPRD dengan mudah meloloskan kebijakan seperti ini? Seperti yang sudah dijelaskan, bukan tidak boleh memakai dana APBD, tapi APBD adalah stimulus, jadi tidak semua biaya ditanggung APBD.Â
Selain itu, dalam melaksanakan program tentu ada skala prioritas. Ukuran prioritas adalah yang berdampak pada masyarakat secara luas dan tentu kemanfaatannya terasa oleh masyarakat.Â
Pertanyaannya adalah apakah Mesjid Al-Jabbar masuk ke dalam skala prioritas itu? Ukurannya apa? Inilah yang menjadi poin dari penggunaan dana APBD tadi.Â
Selain itu, cara Kang Emil menjawab kritik juga bagi saya kurang pas. Kang Emil justru memposting di instagram pribadi dan akibatnya pengkritik diserang oleh pendukung Kang Emil.Â
Apakah pengkritik harus siap dikritik? Tentu saja ya. Tapi lebih elok lagi jika menyamarkan username pengkritik. Media sosial memang bisa dijadikan tempat diskusi, tapi kurang efektif.Â
Akibat dari unggahan itu, bukan tidak mungkin banyak masyarakat yang enggan mengkritik pejabat publik jika cara menjawab kritik seperti itu. Sekali lagi, pengkritik memang siap dikritik.Â
Tapi, jangan memanfaatkan media sosial apalagi netizen yang tidak tahu persoalan sebenarnya seperti apa. Kritik balik itu tentu harus datang dari pejabat publik bukan memanfaatkan power sosial media yang membuat netizen merujak pengkritik.
Bahkan tidak sedikit akun centang biru membela Kang Emil. Bukan berarti membela pengkritik, tapi saya hanya memikirkan efek domino. Jika terus demikian, masih beranikah publik mengkritik pejabat daerahnya sendiri?Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H