Dana sebesar itu jelas lebih baik dialokasikan pada sektor lain yang sifatnya memberikan manfaat pada warga secara luas. Lalu, apakah salah membangun mesjid memakai dana APBD?Â
Tentu hal ini tidak salah. Apalagi jika ada persetujuan dari DPRD. Akan tetapi, jika 100 persen dari APBD, bagaimana jadinya?
Itulah kritik yang dilakukan oleh netizen. Sayangnya, saya sendiri kurang setuju dengan cara Kang Emil menjawab kritik tersebut.Â
Kang Emil memposting feed di instagram pribadinya terkait kritik masyarakat itu. Kang Emil bahkan nge-tag si pengkritik dan memberikan tangkapan layar kritikan si pengkritik.
Di dalam postingan itu, Kang Emil menjawab jika pembangunan Mesjid Al-Jabbar sudah dilakukan musyawarah lebih dulu mulai dari Musrenbang hingga DPRD Kota/Provinsi.
Dengan kata lain, penggunaan APBD itu sudah sesuai dengan regulasi karena telah mendapatkan persetujuan. Selain itu, dalam pelaksanaannya pajak memang dipungut dari warga dengan latar belakang beragam.Â
Kang Emil melanjutkan jika dalam hukum positif kewenangannya ada pada di penyelenggara negara.Â
Satu kalimat yang saya sayangkan dari unggahan Kang Emil adalah,, "jika akang senang isu transportasi publik dan tidak suka mesjid, silakan saja."
Seolah-olah pengkritiknya dianggap tidak suka mesjid. Padahal apa yang disampaikan adalah terkait dengan penggunaan APBD yang bisa dialokasikan pada sektor lain.Â
Jika mengkritik dianggap sebagai rasa tidak suka, bagaimana orang-orang akan kritis pada pemerintah? Mengkritik kebijakan terkait mesjid bukan berarti tidak suka mesjid.Â
Bagi saya ini adalah kesimpulan yang keliru. Saya pun termasuk orang yang mengkritik karena aspek yang telah dijelaskan di atas. Selain itu, dalam masalah ini jelas DPRD memiliki peran.Â