Sebetulnya tidak ada perbedaan mencolok antara pasal perzinaan di KUHP versi sekarang dan yang lama. Bedanya perzinaan untuk KUHP versi sekarang lebih luas.
Di KUHP versi lama disebutkan bahwa yang disebut dengan zina itu jika laki-laki atau istri telah menikah. Artinya zina itu terjadi jika pelaku sudah terikat oleh perkawinan.Â
Itu berarti salah satu pelaku atau dua-duanya tidak terikat perkawinan jelas tidak bisa dikenakan pasal perzinaan ini.Â
Kemudian di dalam penjelasan KUHP baru frasa "bukan suami atau istrinya" maknanya diperluas yang mencakup:
- laki-laki yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan yang bukan istrinya;
- perempuan yang berada dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki yang bukan suaminya;
- laki-laki yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan perempuan, padahal diketahui bahwa perempuan tersebut berada dalam ikatan perkawinan;
- perempuan yang tidak dalam ikatan perkawinan melakukan persetubuhan dengan laki-laki, padahal diketahui bahwa laki-laki tersebut berada dalam ikatan
perkawinan; atau - laki-laki dan perempuan yang masing-masing tidak terikat dalam perkawinan melakukan persetubuhan.
Nah, jadi perbedaan paling mencoloknya adalah segala perbuatan sex di luar pernikahan masuk ke dalan zina. Entah itu kedua pihak terikat dalam perkawinan, salah satunya, atau tidak terikat sama sekali.Â
Meski begitu, delik yang dipakai di KUHP baru tetap sama dengan KUHP lama yakni delik aduan. Delik aduan berbeda dengan delik biasa. Delik biasa adalah delik yang langsung diproses oleh penyidik tanpa adanya persetujuan dari korban atau pihak yang dirugikan.
Dengan kata lain, tanpa adanya pengaduan atau sekalipun korban telah mencabut laporannya, penyidik tetap memiliki kewajiban untuk melanjutkan proses perkara tersebut.
Contoh delik biasa di antaranya pembunuhan, peroksaan, dan perbuatan lain yang bisa mengganggu ketertiban umum. Jadi, meski tanpa adanya aduan dari korban perbuatan di atas penyidik wajib memproses karena mengganggu ketertiban umum.Â
Sementara itu, delik aduan adalah delik yang mana harus ada laporan atau aduan terlebih dahulu, baru penyidik dapat memprosesnya. Di sini yang berhak mengadu pun tidak semua orang.Â
Dalam penghinaan misalnya, yang berhak mengadu adalah korban bukan pihak lain. Sementara untuk zina, yang berhak mengadu adalah keluarga. Dengan kata lain, selama tidak ada aduan dari pihak keluarga maka pasal zina ini tidak akan berlaku.Â
Selain itu, delik aduan juga bisa dicabut laporannya oleh pengadu. Berbeda dengan delik biasa yang tidak bisa dicabut aduannya.Â