Jika melihat rumusan pasal di atas, jelas pemerintah telah melanggar kontraknya sendiri yakni tak menjalankan amanat yang tercantum dalam regulasi di atas.Â
Belum lagi dalam beberapa waktu silam sempat muncul jika tunjangan profesi guru dalam UU Sisdiknas akan dihapus. Jelas hak-hak guru untuk hidup sejahtera telah dikebiri oleh pemerintah sendiri.
Nasib guru honorer amat prihatin. Gaji yang didapat dalam satu bulan kurang dari Rp. Â 1 juta. Bahkan ada yang digaji Rp. 300 ribu sebulan. Itu sebabnya para guru honorer harus bekerja ekstra dengan mengajar lebih dari satu sekolah.Â
Mereka juga harus nyambi pekerjaan lain untuk tetap bertahan hidup. Itulah kondisi guru honorer saat ini. Mereka bak buruh kontrak yang tak mendapat kepastian akan nasibnya sendiri.Â
Masih adakah yang ingin menjadi guru?Â
Jika dahulu, pekerjaan favorit adalah guru, dokter, polisi, dan TNI. Di masa kini masih adakah yang ingin menjadi seorang guru jika melihat kondisi sekarang?Â
Saat ini para Gen Z justru lebih tertarik menjadi seorang pengusaha daripada menjadi seorang PNS (tentu guru di dalamnya). Hal itu karena mereka melihat realita yang terjadi terutama untuk para guru.Â
Kehidupan guru yang jauh dari kata sejahtera membuat pekerjaan ini begitu mulia. Saya hanya berpikir, jika kata sejahtera masih jauh dari seorag guru, lantas masih adakah yang ingin menjadi guru?Â
Lama-lama bisa jadi para generasi yang akan datang makin enggan menjadi guru. Faktanya anak-anak saat ini lebih tertarik di industri kreatif termasuk industri game.Â
Jika sudah tidak ada yang berminat jadi guru, bagaimana nasib pendidikan kita? Padahal pendidikan adalah investasi jangka panjang bagi sebuah negara. Jika pendidikan di suatu negara baik, maka negara tersebut sudah bisa dipastikan akan maju.Â
Hal itu karena SDM yang dimiliki oleh suaru negara bisa bersaing. Lantas siapa yang membentuk SDM itu? Tak lain adalah guru. Untuk itu, pekerjaan satu ini harus lebih diutamakan lagi.Â
Tanpa seorang guru kebijakan pendidikan hanya di atas kertas saja. Hal itu karena guru adalah pelaksana dari kebijakan itu sendiri.Â