Setelah itu, La Nyala Mataliti kemudian naik sebagai Ketua Umum PSSI. Pada masa ini bisa disebut sebagai masa kegelapan sepak bola Indonesia karena FIFA menjatuhkan sanksi.
Hal itu tidak lepas dari intervensi pemerintah melalui Kemenpora. Saat itu, PSSI tetap melanjutkan ingin Liga Indonesia tanpa rekomendasi dari BOPI.
Kemenpora kemudian memberi surat peringatan sebanyak tiga kali dan tidak diindahkan oleh PSSI. Akhirnya PSSI dibekukan oleh Kemenpora yang berujung sanksi dari FIFA.
Setalah itu, Edy Rahamyadi naik ke pucuk pimpinan PSSI. Mantan pimpinan kostrad itu juga tidak lepas dari kontroversi karena PSSI menjadi alat politik untuk mencari popularitas publik.
Nyatanya ia sulit untuk mundur ketika sudah menjadi Gubernur Sumatera Utara. Pada akhirnya, Edy diganti oleh Joko Driyono yang tak kalah kontroversi karena menjadi tersangka kasus pengaturan skor.
Pada masa kepemimpinan Iwan Bule, kompetisi harus terhenti karena Covid-19. Meski begitu perlahan namun pasti Iwan bisa membenahi Timnas Indonesia.
Seingat saya, pada era Iwan Bule pelatih kepala Timnas Indonesia berumur panjang. Bahkan kontrak STY beberapa waktu lalu akan diperbarui.
Meski begitu, terlepas dari bangkitnya Timnas Indonesia tidak bisa menjadi ukuran kesuksesan Iwan Bule. Masih ada variabel lain yang harus diukur seperti kualitas liga yang segitu-gitu saja.
Belum lagi, tidak adanya kompetisi lokal seperti Piala Indonesia masih menjadi catatan tersendiri. Tendensi Iwan Bule akan maju dalam Pilgub Jabar juga terus berhembus kencang karena Iwan begitu eksis di PSSI.
Misalnya dalam situs resmi nama Iwan Bule sering menghiasi daripada program PSSI itu sendiri. Belum lagi dengan kasus Kanjuruhan saat ini. Jadi, setiap Ketua PSSI memiliki kontroversi tersendiri.
Jika hanya ukuran kemajuan timnas saja, bagi saya Iwan Bule jauh lebih unggul. Tapi, untuk aspek lainnya ya sama saja. Selain itu, menurut saya tidak adil jika hanya Iwan Bule yang mundur tapi semua pengurus PSSI juga harus mundur.