Secara tidak langsung kebudayaan Korea mulai dari musik, perfilman, bahasa, hingga makanan sudah secara masif masuk ke Indonesia. Fenomena masifnya kebudayaan Korea tidak hanya di Indonesia. Tapi sudah menyebar ke negara lain.
Istilah hallyu merujuk pada bahasa China yang berarti gelombang Korea. Kegemaran akan budaya Korea sendiri dimulai pada tahun 1990-an di China dan Asia Tenggara.
Di tanah air, hallyu mulai populer ketika drama Korea mulai diputar di beberapa stasiun TV lokal. Misalnya pada rentang tahun 2000-an ada serial Endless Love.
Saya sendiri masih ingat ketika SD dulu selalu rebutan remote tv dengan tiga kakak perempuan saya. Tiap sore dan malam hari, remote tv pasti sudah diamankan.
Rupanya di balik popularitas K-drama ada unsur promosi pariwisata di dalamnya. Buktinya banyak orang yang berbondong-bondong pergi liburan ke Korea di mana lokasi-lokasi dalam drama itu diperankan.
Tentu hal itu menambah pendapatan Korea dari segi pariwisata. Korea bisa disebut negara yang mempunyai tujuan untuk mempopulerkan budayanya ke penjuru dunia.
Martin Roll, menyebut hallyu sebagai soft power. Soft power mengacu pada kekuatan tak berwujud pada suatu negara melalui citranya, bukan kekerasan seperti kekuatan militernya.
Contoh soft power misalnya bagaimana Amerika Serikat membujuk dunia untuk memakai celana levi's, Iphone, hingga coca-cola. Nah Korea Selatan dengan kebudayaannya yang meliputi musik, film, makanan, dan bahasa.
Hallyu bagi Korea Selatan adalah senjata yang kekuatannya bahkan dianggap setara dengan ketahanan militer. Ada perputaran uang yang besar di dalamnya.
Hallyu mampu menyumbang 0,2 persen dari PDB Korea pada tahun 2004, yang berjumlah sekitar USD 1,87 miliar. Tahun 2019, hallyu diperkirakan memiliki peningkatan ekonomi sebesar USD 12,3 miliar.