Seharusnya, JPU melakukan upaya hukum lain yakni PK. Namun, JPU enggan melakukan itu. Entah apa mereka menerima putusan tersebut tanpa adanya perlawanan sedikit pun. Kejaksaan akhirnya mengeksekusi Pinangki ke lapas pada tanggal 2 Agustus 2021.
Bebas bersyarat
Setelah mendapat diskon sebesar 60 persen hukuman dari hakim, kini Pinangki kembali mendapat diskon masa tahanan dengan mendapat bebas bersyarat.
Itu artinya Pinangki hanya dipenjara satu tahun lebih. Kepastian itu didapat Pinangki karena dinilai telah memenuhi syarat administrasi dan "berkelakuan baik".Â
Tentu alasan tersebut terdengar klise, mengingat semua narapidana pasti akan berkelakuan baik. Jika korupsi adalah kejahatan luar biasa, maka dari sisi hukuman harus berbeda begitu juga dengan pemberian bebas bersyarat harus lebih berat dari tindak pidana lain.
Di sisi lain, tentu satu ironi dalam satu hari ada 10 napi korupsi yang bebas termasuk Pinangki. Hal itu tidak lepas dari minimnya kewenangan KPK untuk memberi rekomendasi pada napi koruptor.
Artinya, dalam hal ini KPK harus dilibatkan dan menilai apakah seorang napi koruptor layak diberi remisi, asimilasi, atau bebas bersyarat.
Tentu dengan beberapa diskon hukuman yang didapat Pinangki plus masa tahanan yang hanya sebentar sangat mencederai keadilan.Â
Dari sini, saya jadi ingat satu anekdot yang cukup populer. Sebetulnya orang yang belajar hukum tidak lain untuk mengakali aturan bukan untuk menegakkan aturan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H