Pemerintah melalui Presiden Joko Widodo resmi mengumumkan kenaikkan harga BBM bersubsidi dan non-subsidi. Hal tersebut disampaikan Pak Jokowi pada hari Sabtu, 3 September 2022.
BBM jenis pertalite naik menjadi Rp. 10.000 per liter dari yang sebelumnya Rp. 7.650 per liter. Solar juga naik menjadi Rp. 6.800 per liter dari sebelumnya Rp. 5.150 per liter.
Selain itu, BBM jenis pertamax juga naik menjadi Rp. 14.500 per liter dari yang sebelumnya Rp. 12.500 per liter. Pertamax merupakan BBM non-subsidi tapi mengalami kenaikkan dari pemerintah.
Dalam konferensi pers yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada hari Sabtu, 3 September 2022 kemarin, setidaknya ada tiga alasan mengapa pemerintah mengambil kebijakan tidak populis tersebut.
Pertama harga minyak dunia melonjak tinggi. Terutama di tengah kondisi perang antara Rusia-Ukraina. Bahkan harga minyak dunia bisa menyentuh 100 dollar per barel.
Akibat dari perang tersebut tidak hanya berdampak pada sektor energi, tapi pada sektor lain seperti pangan. Misalnya gandum, Rusia merupakan negara ketiga penghasil gandum di dunia.Â
Data menunjukkan, Rusia memproduksi 75,500 juta metrik gandum selama periode 2021/2022. Rusia mengekspor lebih dari sepertiga gandum dunia.
Kedua, APBN membengkak. Selama ini di tengah naiknya harga minyak dunia pemerintah melakukan subsidi agar harga bahan bakar dalam negeri tetap stabil.
Pemerintah sebelumnya mengucurkan dana sebesar Rp. 152,5 triliun yang kemudian membengkak tiga kali lipat menjadi Rp. 502,4 triliun. Jika subsidi tetap dilanjutkan, maka APBN akan terus membengkak.
Ketiga, Presiden Joko Widodo menyebut 70 persen BBM bersubsidi dikonsumsi oleh orang-orang mampu. Mereka yang memiliki mobil pribadi justru memilih BBM bersubsidi sehingga tidak tepat sasaran.
Dengan tiga pertimbangan itu pemerintah menyebut tidak ada cara lain selain menyesuaikan harga, alias menaikkan harga BBM. Tentu kebijakan tidak populis itu ditentang banyak pihak yang dirugikan.
Nasib driver ojol
Naiknya harga BBM bersubsidi tentu akan menimbulkan efek domino pada beberapa sektor. Salah satunya transportasi umum.
Setelah harga BBM naik, salah satu teman saya yang nyambi jadi drivel ojol misuh-misuh mendengar kabar tersebut.
Hal itu karena kenaikan harga BBM tidak dibarengi dengan kenaikan tarif ojol. Teman saya bahkan enggan mengantar pelanggan untuk radius lebih dari 10 km karena bahan bakar mahal sementara tarif murah.
Jadi, rata-rata orderan yang diambil adalah untuk radius dekat. Begitu juga dengan antar makanan dan antar barang.
Untuk mengantar radius lebih dari 20 km, paling banter upah yang didapat Rp. 50 ribu belum lagi bensin yang harus diisi. Daripada mengantar jarak jauh seperti itu, lebih baik mengantar jarak dekat dengan waktu yang sama untuk beberapa orderan.
Jika dulu driver ojol dengan mudah dapat orderan dan berpenghasilan fantastis, saat ini tidak. Pengguna driver ojol sudah banyak.
Selain itu, kini uang tip berkurang karena rata-rata pelanggan membayar dengan metode uang elektronik. Berbeda jika bayar dengan cash, biasanya di situlah para driver mendapat uang tip.
Sebelumnya tersiar kabar jika per bulan September 2022 tarif ojek online akan naik. Namun, per tanggal 29 Agustus 2022 Kementerian Perhubungan justru membatalkan kenaikan tersebut.
Juru bicara Kemenhub, Adita Irawati menyebut penundaan tersebut mempertimbangan perkembangan yang ada di masyarakat dan ingin menampung lebih banyak aspirasi.
"Selain itu, penundaan itu dibutuhkan untuk mendapatkan lebih banyak masukan dari para pemangku kepentingan, sekaligus melakukan kajian ulang agar didapat hasil yang terbaik," (CNN Indonesia)
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojek Daring Garda Indonesia Igun Wicaksono mengapresiasi keputusan tersebut. Hal itu karena Kepmenhub No. KP 564 tahun 2022 hanya mengatur kenaikan mengatur wilayah Jabodetabek saja.
"Jadi penundaan atau pembatalan Kepmenhub No. KP 564 tahun 2022 sudah tepat dan perlu dikaji ulang agar dapat dibuat regulasi terbaru yang sesuai tuntutan aspirasi kami, ujar Igun (kompas.com)
Untuk tarif kenaikkan transportasi online pemerintah harus melibatkan pemerintah daerah. Dalam hal ini Kemenhub harus memberi wewenang kepada pemerintah daerah/provinsi untuk menaikkan harga transportasi online.
Selain itu, legalitas ojol sendiri masih belum jelas jika mengacu pada UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sejauh ini, ojol masih belum diakui sebagai angkutan umum karena tidak memenuhi syarat yang telah ditetapkan UU Lalu Lintas dan Angukatan Jalan.
Selain memberikan kenaikkan tarif, pemerintah juga harus memberi legalitas pada driver ojol ini. Kedudukannya tidak hanya diakui oleh peraturan kementerian akan tetapi undang-undang.
Siasat pemeritah
Tentu kenaikkan harga BBM akan menimbulkan inflasi. Untuk itu pemerintah memiliki siasat sendiri yakni dengan memberikan bantuan sosial.
Ada tiga jenis bansos yang akan diberikan pemerintah pada masyarakat.Â
Bantuan langsung tunai akan diberikan pada penerima manfaat sebanyak Rp. 600.000 yang akan diberikan per bulan sebanyak Rp. 150.000.
Bantuan kedua diberikan kepada pegawai dengan gaji di bawah Rp. 3,5 juta sebesar Rp. 600.000.
Bantuan ketiga adalah subsidi transportasi di mana pemerintah daerah harus mengganggarkan sebanyak dua persen untuk angkutan umum, ojol dan nelayan.
Tentu pemberian bansos tersebut harus tepat sasaran. Di sisi lain, apakah dengan pemberian bansos tersebut mampu menutupi kebutuhan masyarakat atau tidak?
Pemberian bansos akan percuma jika masyarakat tetap mengeluarkan uang lebih karena bantuan dari pemerintah tidak mampu menutupi kebutuhan masyarakat.
Dengan kata lain, jika ingin daya beli masyarakat tetap stabil maka harus diikuti dengan pendapatan masyarakat yang harus naik pula. Dengan begitu inflasi akan bisa dihindari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H