Jika memang benat begitu, mengapa Ferdy Sambo pulang lebih dulu ke Jakarta sementara PC justru berada satu mobil dengan Brigadir J? Seharusnya jika memang ada perbuatan itu, PC tidak satu mobil dengan Brigadir J karena jelas bisa membahayakan.
Lagi pula, jika memang perbuatan melukai harkat dan martabat itu ada, mengapa tidak membuat laporan di Magelang? Hal itu karena dalam membuat laporan harus sesuai dengan asas hukum yakni locus delicti (tempat kejadian) dan tempus delicti (waktu kejadian).
Beberapa kejanggalan itulah yang membuat publik ragu dengan pengakuan Ferdy Sambo. Publik menilai Ferdy Sambo justru telah membuat skenario baru atau bahkan hanya ingin menarik simpati.
Ferdy Sambo seakan-akan tampil sebagai hero yang peduli dengan keluarga. Akan tetapi, hal itu tidak benar. Jika memang ia peduli dengan keluarga, mengapa ia melibatkan banyak orang dan tangannya tidak ingin kotor?
Mungkin saja ada satu alasan lain yang sedang dimainkan oleh Sambo. Mungkin saja ujungnya akan berpangkal pada alasan yang meringankan di pengadilan nanti.Â
Motif tidak penting
Sejak Ferdy Sambo terkuak sebagai dalang dari pembunuhan Brigadir J dan mengaku merekayasa kasusnya, publik selalu bertanya terkait motif. Padahal motif itu tidak perlu.
Penyidik sebetulnya sudah menemukan unsur "berencana" sehingga Sambo dijerat dengan Pasal 340. Jika unsur berencana itu sudah dipenuhi, maka motif sebetulnya tidak diperlukan lagi.
Untuk memenuhi unsur berencana, setidaknya ada tiga hal. Pertama, pelaku ketika memutuskan kehendak (membunuh) dalam keadaan tenang.
Kedua, ada jeda waktu yang cukup antara memutuskan kehendak dan melakukan perbuatan (membunuh), ketiga pelaku dalam melaksanakan perbuatan (membunuh) dalam keadaan tenang.
Jadi, jika tiga syarat itu sudah dipenuhi maka motif tidak diperlukan lagi. Motif adalah bagian dari niat yang mana itu merupakan komponen penting dalam tindak pidana.
Jika niat membunuh itu sudah ada (apa pun motifnya) maka sudah cukup untuk menjerat pelaku.Â