Menurut Ibnu, ACT sudah melakukan restrukturisasi mulai dari mengganti ketua pembina, manajemen, fasilitas, hingga budaya kerja.
Tentu pengurus baru memiliki tanggung jawab yang besar. Di antaranya adalah mengembalikan kepercayaan publik yang hilang.
Pengurus baru harus mengaudit keuangan ACT secara transparan. Selain itu, adanya kasus ACT tentu akan berdampak besar bagi lembaga lain yang bergerak di bidang yang sama.
Tentu masyarakat akan berpikir kembali jika ingin berdonasi pada lembaga filantropi. Donatur juga tidak ingin uang yang diberikan digunakan untuk kegiatan yang tidak semestinya.
Saya sendiri memiliki pengalaman kerja di bidang fundraising di lembaga filantropi. Yayasan tempat saya bernaung baru berdiri sekitar 2 tahun.
Bagi yayasan yang barus berdiri, mencari dana kemanusiaan tidak mudah. Saya yang bekerja di bagian konten harus memutar otak bagaimana caranya membuat konten menarik agar orang lain mau berdonasi.
Bagi yayasan baru, mencari donasi secara organik jelas sulit. Akhirnya kami memilih memakai ads. Meski begitu, ads yang dipasang terkadang ditolak platform karena konten dinilai sensitif.
Jadi, untuk mencari dana yang besar diperlukan usaha ekstra, mulai dari ads, mempromosikan ke teman sendiri, posting di media penggalangan dana populer hingga posting di akun media sosial masing-masing.
Tentu dengan adanya kasus ACT lembaga lain yang bergerak di bidang yang sama akan terkena dampak. Apalagi lembaga yang baru berdiri.
Toh lembaga yang sudah bergerak sejak lama dan diakui oleh banyak orang pun seperti itu. Apalagi lembaga lain yang akun media sosialnya pun tidak centang biru.Â
Mungkin saja anggapan ini akan muncul dari para donatur. Untuk itu, menjaga kepercayaan sangatlah sulit. Kepercayaan ibarat kertas, sekali kita remas maka akan sulit kembali ke posisi semula.