Maka karyawan hanya memilih, apakah ia akan rela dipecat atau menuruti perintah atasannya meski harus melanggar hukum.
Jika si karyawan memilih perintah atasan, maka ia tidak bisa dipidana karena adanya tekanan dari atasan berupa ancaman pemecatan. Di sini kondisi karyawan jauh lebih lemah karena posisi jabatan yang berbeda.
Ketiga, karena keadaan darurat. Berbeda dengan keadaan relatif, dalam keadaan darurat ini orang terpaksa itu sendiri yang memilih peristiwa pidana mana yang akan ia lakukan.
Misalnya seorang pemadam kebakaran yang merusak kaca demi menyelamatkan orang lain. Meski merusak kaca masuk ke dalam pidana, tetapi hal itu terpaksa dilakukan demi menyelamatkan orang lain.
Dari tiga jenis daya paksa di atas, jika dalam kasus Holywings si atasan yang meminta konten promosi tersebut dan disertai ancaman, jelas termasuk ke dalam daya paksa alternatif.
Dalam kondisi itu, tentu karyawan hanya dihadapkan pada dua pilihan, yaitu dipecat atau melakukan perbuatan yang atasan minta. Maka karyawan tersebut seharusnya tidak bisa dipidana.
Tulisan ini bukan berarti bermaksud menyudutkan pihak Holywings. Tentu tujuan tulisan ini agar kita umumnya karyawan menjadi tahu terkait regulasi.
Lebih dari itu, tulisan ini tidak lebih hanya ingin membahas "daya paksa" dalam kasus Holywings, tentu ini hanya asumsi pribadi dan sekali lagi tidak bermaksud menyudutkan pihak manapun.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H