Sudah menjadi hal lumrah seorang terdakwa mendadak agamis saat menjalani persidangan. Tidak ada yang salah dengan hal itu. Namun, tidak semua orang setuju dengan penampilan itu.
Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan geram dengan perilaku tersebut. Dirinya menginstruksikan agar bawahannya tidak menghadirkan mereka di persidangan.
Hal itu dilakukan karena ada pemikiran di masyarakat bahwa atribut agama hanya digunakan saat momen tertentu saja. Tentu hal ini sangat terbalik dengan "citra" atribut agama.Â
Untuk memperkuat itu, Jaksa Agung sendiri berencana akan membuat Surat Edaran terkait larangan ini.Â
Selain Jaksa Agung, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga risih melihat para terdakwa yang mendadak berpenampilan agamis di persidangan.
Ketua Majelis Ulama Indonesia yaitu Cholil Nafis heran mengapa terdakwa mendadak saleh saat di persidangan. Untuk itu, beliau mendukung rencana dari Jaksa Agung.
Tentu kita masih ingat dengan Pinangki, jaksa yang terlibat dalam kasus suap Djoko Tjandra. Ia saat bersidang mendadak memakai hijab. Hal itu berbeda saat ia beraktivitas sebagai jaksa.
Di dalam KUHAP sendiri memang tidak diatur seorang terdakwa harus berpakaian seperti apa. Satu hal yang jelas, tedakwa harus sopan. Tentu yang berhak menilai itu ialah hakim selaku pemimpin sidang.
Setiap orang tentunya bebas ingin berbusana seperti apa di persidangan asal tidak bertentangan dengan norma. Pun begitu saat memakai atribut keagamaan.
Apalagi hal itu menjadi bagian dari hak asasi manusia yang diatur dalam Pasal 28E UUD 1945. Sehingga sebagian pengamat hukum menilai apa yang dilakukan Jaksa Agung tidak ada urgensinya.