Indonesia harus mengakui keunggulan Thailand di semifinal SEA Games 2021 dengan skor tipis 1-0. Dengan hasil ini, Thailand melaju ke partai final.
Sepanjang laga, sebenarnya Indonesia mampu mengimbangi Thailand. Tercatat tim garuda mampu menciptakan beberapa peluang mencetak gol.
Namun, penampilan Kawin di bawah mistar gawang Thailand begitu apik. Laga pun harus berlangsung hingga extra time.
Petaka untuk Indonesia datang di menit ke-96, serangan cepat Thailand di sisi kiri pertahanan Indonesia membuat jala gawang Ernando Ari jebol.
Sepakan keras Weerathep tidak mampu ditepis Ernando. Kini, Thailand unggul 1-0 dari Indonesia.
Asa untuk menyamakan kedudukan datang ketika pemain Thailand mendapat kartu merah di menit akhir babak kedua extra time. Namun, si pemain yang sudah diusir wasit mengulur waktu, ia enggan meninggalkan lapangan pertandingan.
Jelas aksi delay tersebut sangat merugikan timnas Indonesia yang tengah mengejar ketertinggalan. Menjelang laga usai, Firza Andika harus menerima kartu merah dari wasit lantaran menjadi orang terakhir dan melakukan pelanggaran.
Beberapa pemain Thailand tersulut emosi, begitu juga dengan pemain Indonesia. Puncaknya, wasit kembali mengeluarkan kartu merah pada Rachmat Irianto dan Ricky Kambuaya.
Sementara itu, pemain Thailand yaitu Jonathan Khemdee hanya menerima kartu kuning. Alexandre Mano Polking sang juru taktik Thailand juga mendapat kartu kuning.
Dengan hasil ini, Indonesia harus menelan pil pahit dari Thailand. Peluang untuk mendapatkan medali emas pun tertutup.
STY kembali kalah lawan Polking
Laga sarat gengsi ini mempertemukan dua pelatih top di ASEAN, yaitu Alexandre Mano Polking dan Shin Tae-yong.
Selama menukangi timnas Indonesia, STY sudah bertemu Polking sebanyak dua kali di final Piala AFF 2020 lalu. Dari dua pertemuan itu, STY kalah satu kali dan imbang satu kali.
Meski Thailand tampil dengan kekuatan berbeda, Mano Polking kembali berhasil membawa Thailand menang di semifinal SEA Games atas Shin Tae-yong.
Di sisi lain, dengan hasil ini Shin Tae-yong harus kalah lagi dari Mano Polking. Tentu pertemuan kedua pelatih ini mungkin akan terjadi lagi di event selanjutnya.
Puasa medali emas berlanjut
Kekalahan Indonesia atas Thailand di semifinal kemarin membuat kita harus puasa medali emas lebih lama lagi. Dalam sejarahnya, Indonesia mampu menyabet medali emas dua kali, yaitu pada tahun 1987 dan 1991.
Di tahun 1991, Indonesia berhasil membawa emas setelah mengalahkan Thailand di final lewat adu penalti. Saat itu, Indonesia unggul 4-3 atas Thailand.
Sejak saat itulah, paceklik emas di cabor sepak bola SEA Games terus berlanjut hingga saat ini. Sejak tahun 2011, Indonesia selalu lolos ke semi final SEA Games.
Namun, tidak ada yang berakhir dengan medali emas. Di final SEA Games 2011, Indonesia harus kalah dari Malaysia.
Kemudian di tahun 2013, Indonesia gagal meraih emas setelah di final kalah dari Thailand.Â
Tahun 2015, Indonesia tidak mendapat medali sama sekali setelah kalah dari Vietnam dalam perebutan medali perunggu.
Di tahun 2017 saat Indonesia dilatih Luis Milla, Indonesia hanya bisa membawa medali perunggu. Ketika itu, Indonesia berhasil menang atas Myanmar dengan skor 3-1.
Di tahun 2019, Indonesia kembali masuk final. Sayang, Indonesia harus kalah dari Vietnam di partai final dan mendapat medali perunggu.
Di tahun ini, Indonesia harus kembali puasa setelah kalah dari Thailand dengan skor 1-0. Praktis, Indonesia hanya bisa meraih perunggu.
Dalam perebutan medali perunggu nanti, Indonesia harus bersua dengan Malaysia. Di semifinal, Vietnam mampu unggul dari Malaysia dengan skor 1-0.
Sepak bola merupakan satu-satunya cabor yang sangat kita nantikan untuk mendapat medali emas. Sudah lama cabor sepak bola Indonesia tidak menyumbang emas di SEA Games.
Sudah tiga puluh tahun lebih kita puasa medali emas, dan kini kita harus kembali berpuasa. Tentu masyarakat rindu dengan juara.
Bahkan, ketika Indonesia menjadi juara umum SEA Games di Jakarta lalu, sepak bola hanya meraih perak. Meski menjadi juara, rasanya tidak lengkap jika cabor sepak bola tidak juara.
Segenap masyarakat Indonesia rindu timnas sepak bola juara. Entah itu di SEA Games maupun di Piala AFF. Entah berapa lama lagi kita harus menunggu.
Satu hal yang jelas, untuk menciptakan timnas yang kuat butuh proses yang panjang. Salah satu contoh yang nyata adalah Vietnam.
Di tahun 2017, kita bisa mengimbangi bahkan unggul dari Vietnam. Saat ini, kita tertinggal. Itu artinya sepak bola kita hanya jalan di tempat.
Selain itu, faktor lain yang menyokong agar timnas kuat ialah kualitas liga domestik. Di ASEAN sendiri, liga Thailand sejauh ini menjadi liga terbaik.
Hal itu berbanding lurus dengan kualitas timnas mereka. Dua sektor itu menjadi PR besar bagi pengurus PSSI. Menyiapkan timnas berperstasi tidak hanya dari hulu saja, yaitu pelatih.
Tapi, PSSI harus memperbaiki dari hilir yaitu kualitas liga. Pelatih top dunia pun tidak akan sanggup membawa Indonesia juara jika hal mendasar tidak dikuasi.
Kita kerap mendengar dari beberapa pelatih timnas Indonesia bahwa pemain kita kurang dalam sisi passing. Padahal hal itu adalah dasar, tentu untuk mendapatkan itu harus didukung dengan kualitas liga yang baik.
Sementara di liga sendiri, kebanyakan klub Liga 1 tidak demikian. Memang pemain kita cepat, tapi jika hanya mengandalkan kecepatan saja tidak cukup.
Semoga saja PR besar itu bisa diperbaiki PSSI. Meski terdengar klise sebenarnya. Satu hal yang pasti, kami rindu timnas Indonesia juara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H