Di dalam draf terbaru, sebetulnya perkosaan diatur dalam Pasal 4 ayat 2. Perkosaan sendiri termasuk dalam tindak pidana kekersan seksual hanya saja tidak diatur mengenai ancaman hukumannya. Untuk aborsi sendiri memang tidak diatur dalam RUU TPS yang disahkan oleh DPR.
Alasan pemerintah menarik dua jenis tindak pidana tersebut karena keduanya telah diatur dalam RUU KUHP. Hal itu agar tidak terjadi tumpang tindih dalam pengaturannya.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Hiariej.
“Kita kemudian menyempurnakan rumusan mengenai aborsi dan pemerkosaan di dalam RUU KUHP itu.” (CNN Indonesia)
Hal itu tentu menjadi pertanyaan, mengapa perkosaan dikeluarkan dari RUU TPKS. Padahal, RUU KUHP adalah aturan hukum yang bersifat umum (lex genaralis) dan RUU TPKS adalah aturan yang bersifat khusus (lex specialis).
Artinya, setiap tindak pidana kekerasan seksual seharusnya diatur secara mendetail di dalam aturan yang lebih khusus. Kekhususan lain yang diatur dalam aturan khusus adalah dari sisi pidana yang diatur.
Di mana, pidana yang diatur dalam aturan khusus jauh lebih berat daripada pidana yang diatur dalam aturan umum.
Meski begitu, nantinya jika sudah ditentukan rumusan yang tepat terkait perkosaan dalam RUU KUHP, sebaiknya selaras pengaturannya dengan RUU TPKS.
Sehingga, penegak hukum nantinya dalam menindak kasus perkosaan akan memakai aturan yang lebih khusus yaitu RUU TPKS. Dan tentunya, poin yang lebih penting adalah RUU TPKS berpihak pada korban.
Hal ini berbeda dengan RUU KUHP yang hanya berfokus pada pelaku saja. Untuk aborsi sendiri sudah daitur dalama UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.