Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Alasan Logis Menolak Pemilu 2024 Ditunda

28 Februari 2022   10:03 Diperbarui: 1 Maret 2022   05:44 1393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pelaksanaan pemilu. | Source: KOMPAS.COM

Pemilu merupakan ajang pelaksanaan kedaulatan rakyat. Di dalam pemilu, rakyat sendiri yang memilih anggota parlemen hingga pemimpin di lembaga eksekutif.

Pemerintah, DPR, dan KPU sepakat akan menggelar pemilu 2024 pada 14 Februrari 2024 mendatang. Kesepakatan itu terjadi setelah melalui diskusi panjang hampir delapan bulan.

Sebelumnya, isu penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden begitu kencang. Meski Presiden Joko Widodo sendiri menentang akan hal itu.

Dengan adanya penetapan jadwal pemilu, maka wacana jabatan presiden tiga periode gugur dengan sendirinya. Akan tetapi, isu usang tersebut kini digoreng lagi.

Ketua Umum PKB yaitu Muhaimin Iskandar alias Cak Imin adalah orang yang menggoreng isu ini. Menurut Cak Imin, dirinya mengusulkan agar pemilu 2024 ditunda hingga dua tahun

Alasannya adalah karena ekonomi kita belum pulih seutuhnya. Selain itu, Cak Imin juga mengklaim jika mayoritas masyarakat setuju agar pemilu ditunda.

Acuan data yang dipakai oleh Cak Imin adalah temuan big data, khususnya dalam media sosial. Menurut Cak Imin dari 100 juta akun media sosial, sebanyak 60 persen setuju pemilu ditunda dan 40 persen menolak.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. | Source: KOMPAS.COM
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar. | Source: KOMPAS.COM

Big data mulai jadi referensi kebijakan dalam mengambil keputusan. Pengambilan sikap bergeser dari sebelumnya mengacu pada survei, beralih pada big data," kata Muhaimin dalam keterangannya, Sabtu 26/2/2022. (kompas.com)

Pernyataan itu disampaikan oleh Cak Imin dalam acara Bimtek Fraksi PKB dan DPC se-Jawa Barat serta Orasi Poltik bertajuk Politik Kesejahteraan dan Kebahagiaan yang berlangsung di Cirebon, Jawa Barat.

Selain Cak Imin, Ketua Umum PAN yaitu Zulkifli Hasan juga mengatakan hal yang senada. Zulhas menyebut perlu waktu lebih dulu untuk membenahi sektor ekonomi yang tengah terpuruk.

Alasannya itu pandemi yang belum berakhir tentu memerlukan perhatian kesungguhan keseriusan untuk menangani. Yang kedua, perekonomian yang belum baik, pertumbuhan kita rata-rata masih 3-3,5 persen. Situasi masyarakat yang kehilangan pekerjaan, usaha-usaha yang belum kembali secara utuh. Ujar Zulkifli (liputan6.com)

Apapun alasannya, saya tidak setuju jika pemilu 2024 ditunda. Hal itu karena alasan yang diberikan oleh dua tokoh di atas tidak masuk akal dan tidak berdasar pada hukum.

Melanggar Konstitusi

Seperti yang kita ketahui, lazimnya pemilu dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Lantas, adakah ketentuan jika pemilu harus ditunda dengan alasan pemulihan ekonomi?

Hal itu bisa saja terjadi, karena di dalam konstitusi kita diatur mengenai kondisi darurat. Artinya ketentuan yang berlaku boleh menyimpang dari ketentuan normal.

Namun, keadaan darurat di sini harus ditafsirkan secara jernih. Apakah pandemi covid-19 termasuk pada kondisi darurat atau tidak? Nyatanya tidak demikian.

Pemerintah mengeluarkan kebijakan penanganan pandemi sebagaimana hukum biasa. Jadi, alasan pemulihan ekonomi bagi saya tidak berdasar hukum dan tidak bisa dijadikan alasan untuk menunda pemilu.

Justru dengan adanya pemilu, ekonomi di sektor bawah menjadi hidup. Contonya banyak calon yang membuat baliho, kaus, bahkan sembako yang kerap dibagikan pada masyarakat.

Tentu saja hal itu bisa menghidupkan sektor ekonomi di kalangan bawah. Selain itu, pemilu yang ditunda menyebabkan beberapa konsekuensi.

Jika pemilu ditunda hingga dua tahun, maka akan ada kekosongan jabatan presiden dan wakil presiden. Lantas, adakah cara mengisi kekosongan jabatan tersebut?

Jika kita mengacu pada konstitusi kita, memang ada ketentuan untuk mengisi kekosongan jabatan presiden atau wakil presiden. Tapi, itu dalam rangka impeachment.

Misalnya di dalam Pasal 8 mengatakan, jika presiden berhenti, diberhentikan, atau tidak melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya, maka posisi tersebut diisi oleh Wakil Presiden.

Jika terjadi kekosongan pada Wakil Presiden, maka presiden mengusulkan dua calon wakilnya yang kemudian akan dipilih oleh MPR dalam sidang.

Lalu, bagaimana jika kedua posisi itu kosong? Maka untuk mengisi kekosongan tersebut diisi oleh Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Pertahanan.

Namun sekali lagi itu terjadi apabila presiden dan atau wakil presiden berhenti, diberhentikan, dan atau tidak melakukan kewajiban dalam tugasnya.

Artinya tidak ada metode untuk mengisi kekosongan jabatan presiden jika pemilu ditunda. Apalagi, jika pemilu ditunda akan bertabrakan dengan Pasal 7 UUD 1945 yang mengatur masa jabatan presiden 5 tahun.

Maka, skenario terburuk untuk menunda pemilu adalah dengan amandemen UUD 1945 yaitu menambah masa jabatan presiden menjadi tujuh tahun. Lantas, jika benar skenario itu terjadi, atas dasar apa pemerintah duduk di posisi tersebut?

Apakah berdasar legitimasi rakyat (hukum) atau politik kekuasaan semata? Padahal dengan jelas dan tegas bahwa negara kita adalah negara hukum.

Artinya, untuk menduduki suatu jabatan tertentu harus sesuai dengan instrumen hukum dalam hal ini adalah pemilu. 

Lalu, bagaiman dengan alasan kepuasan masyarakat apakah itu bisa dijadikan alasan untuk menunda pemilu? Itu pun tidak bisa dijadikan alasan. 

Kita seharusnya berkaca, kekuasaan yang tidak dibatasi hanya akan melahirkan kepemimpinan yang otoriter. Kekuasaan tanpa hukum hanya akan melahirkan kelaliman.

Motif Politik

Apa yang dilakukan oleh Cak Imin tidak lebih dari sekadar motif politik. Mengapa demikian? Seperti yang diketahui, Cak Imin memiliki hasrat untuk maju menjadi capres dalam pemilu 2024.

Hal itu bisa kita lihat dari baliho yang sempat beredar beberapa lalu. Di dalam baliho tersebut angka 2024 tampak jelas. Dari hal itu pun kita bisa berasumsi jika Cak Imin memiliki motif sendiri dalam isu ini.

Bisa saja apa yang dilakukan Cak Imin hanya sekedar untuk menaikkan elektabilitas. Apalagi, dalam beberapa hasil survei, nama Cak Imin tidak muncul sebagai kandidat capres 2024.

Sehingga dengan asumsi di atas, sulit kiranya jika manuver Cak Imin tidak lain adalah untuk menaikkan elektabilitas saja. Jadi, isu yang digulirkan oleh Cak Imin maupun politisi lain sudah basi.

Big data yang diklaim oleh Cak Imin sebagai indikator pemilu ditunda juga tidak bisa dijadikan acuan. Padahal, beberapa hasil survei menyebut jika mayoritas masyarakat tidak setuju pemilu ditunda.

Misalnya survei yang dilakukan Indikator Politik Indonesia. Dalam survei akhir tahun 2021 itu menunjukkan 67,2 persen responden memilih pergantian kepemimpinan nasional melalui Pemilu 2024 tetap dilaksanakan meski tengah pandemi.

Sementara 24,5 persen memilih pemilu ditunda hingga 2027. Dan 8,3 persen sisanya tak menjawab. Meski kepuasan publik tinggi pada Pak Jokowi, hal itu tidak bisa dijadikan alasan.

Sekali lagi, kekuasaan yang tidak dibatasi hanya akan mendatangkan kelaliman. Pun demikian dengan alasan covid-19, pada tahun 2020 lalu kita tetap melaksanakan pilkada serentak.

Padahal saat itu banyak pihak yang setuju agar pilkada ditunda. Tapi, pemerintah tetap melaksanakan pilkada. Tapi, kini sebaliknya. Publik ingin pemilu tetap berjalan tapi beberapa elit ingin ditunda.

Alasan pemilu karena pandemi hanya akan menimbulkan ketidakpastian hukum. Seperti yang kita ketahui, tidak ada yang tahu kapan pandemi akan berakhir.

Jika pemilu ditunda sampai 2027, tapi kondisi saat itu masih pandemi, lantas apakah pemilu akan ditunda kembali? Itulah sebabnya tidak ada ketidakpastian dan hanya akan membuat pemerinah terkesan otoriter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun