Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Artikel Utama

Hak Imunitas DPR: Benarkah Anggota Dewan Kebal Hukum?

7 Februari 2022   09:51 Diperbarui: 7 Februari 2022   19:01 1033
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kasus Arteria Dahlan terkait polemik Bahasa Sunda dihentikan penyidik dan tidak bisa diajukan ke pengadilan. | Sumber: Humas DPR via KOMPAS.com

Pernyataan Arteria Dahlan dalam rapat kerja bersama Kejaksaan Agung menuai banyak sorotan, khususnya oleh masyarakat entitas Sunda. 

Pernyataan itu dilontarkan Arteria kepada Kajati Jawa Barat yang berbahasa Sunda dalam rapat. Arteria bahkan menyebut bahwa Kajati tersebut harus dicopot. 

Pernyataan itu sontak menuai banyak respon dan dinilai berlebihan. Selain itu, pernyataan Arteria juga dinilai melukai hati masyarakat Sunda. 

Mengetahui pernyataannya menjadi perbincangan di masyarakat, politisi PDIP itu memberi klarifikasi dan meminta maaf khususnya kepada masyarakat Jawa Barat. 

Namun, permintaan maaf saja dinilai tidak cukup dan kasus ini harus dibawa ke jalur hukum. Majelis Adat Sunda akhirnya melaporkan masalah ini ke kepolisian. Arteria dituduh telah melanggar Pasal 28 UU ITE terkait ujaran kebencian SARA. 

Sayangnya, laporan tersebut kandas dan tidak bisa diajukan ke pengadilan. Polisi menyebut, berdasarkan pertimbangan, kasus ini tidak bisa diajukan ke pengadilan karena Arteria memiliki hak imunitas. 

Melihat hal ini, banyak netizen yang tidak tahu terkait hak imunitas yang dimiliki anggota dewan. Bahkan banyak yang menyebut jika anggota dewan kita kebal hukum. Benarkah demikian? 

Hak Imunitas dan Etika Politik

Di dalam menjalankan fungsinya sebagai anggota dewan, mereka memiliki hak yang dijamin oleh UUD 1945 khususnya dalam Pasal 20A ayat 3.

Hak tersebut meliputi hak mengajukan pertanyaan, hak menyampaikan usul dan pendapat serta hak imunitas. Lalu, apa yang dimaksud dengan hak imunitas?

Pada prinsipnya, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, anggota dewan tidak bisa dituntut ke pengadilan. Jika tidak begitu, maka semua anggota dewan akan berurusan dengan hukum. 

Terikat hal ini sudah diatur dalam Pasal 224 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (MD3) yang berbunyi:

Anggota DPR tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR atau pun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta wewenang dan tugas DPR.

Bagi saya, apa yang dilakukan kepolisian sudah tepat. Hal ini bukan semata-mata saya membenarkan perbuatan Arteria Dahlan, apalagi saya sendiri orang Sunda. 

Di sini saya hanya menekankan dari sisi regulasi saja. Alasan kasus Arteria Dahlan tidak bisa diajukan ke pengadilan karena jelas, ia melontarkan pernyataan itu dalam forum resmi yaitu rapat kerja bersama Kejaksaan. 

Dengan kata lain, pernyataan Arteria itu terkait dengan tugas dan fungsinya sebagai anggota dewan. Hal itulah yang membuat ia tidak bisa dihukum dalam kasus ini. 

Lalu, apakah dengan adanya hak imunitas membuat anggota dewan kebal hukum? Tentu saja tidak, hak imunitas tersebut dibatasi, yaitu hanya terkait dengan tugas dan fungsinya sebagai anggota DPR. 

Lain halnya jika pernyataan itu dilalukan di luar forum resmi dan tidak terkait dengan tugas dan fungsi anggota dewan, maka hal itu bisa dibawa ke jalur hukum. 

Hak imunitas di sini hanya terkait tugas dan fungsinya saja sebagai anggota dewan. Dengan adanya hak itu, semua anggota dewan bisa berekspresi dan menyatakan pendapat secara utuh. 

Tentu saja hal itu untuk kepentingan rakyat, meskipun hal ini terdengar sangat klise. Selain DPR, profesi lain memiliki hak serupa, misalnya advokat. 

Di dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai advokat, mereka tidak bisa dituntut secara pidana maupun perdata demi kepentingan klien dengan catatan itikad baik. 

Sama halnya dengan anggota DPR, jika advokat melontarkan pernyataan di persidangan ia tidak bisa dihukum hal itu karena tengah menjalankan tugasnya. 

Akan tetapi, hal itu tidak mutlak karena harus dijalankan dengan itikad baik. Untuk itu, dalam beberapa profesi sangat perlu adanya kode etik. Begitu juga dengan anggota dewan. 

Sebagai anggota dewan, seharusnya Arteria paham bahwa bahasa daerah adalah bagian dari kekayaan budaya nasional. Hal itu dengan tegas diatur dalam Pasal 32 ayat 2 UUD 1945.

Apalagi, saat ini bahasa daerah terancam punah karena generasi muda kita abai. Belum lagi, banyak orang tua yang sengaja mengenalkan bahasa asing pada anaknya. 

Bukan berarti hal itu tidak penting, akan tetapi lestarinya bahasa daerah dimulai dari keluarga. Jika tidak begitu, bahasa daerah bisa punah dan kita kehilangan aset kebudayaan nasional. 

Memang betul, sebagai seorang pejabat dalam melaksanakan rapat harus memakai bahasa Indonesia. Akan tetapi, tidak masalah jika diselingi bahasa daerah sebagai kearifan lokal. 

Selain itu, dalam forum resmi pun sering kita mendengar istilah asing. Jadi, Arteria terlalu berlebihan dalam menanggapi ini. Untuk itu, sebagai anggota dewan harus menunjukkan etika politik yang baik. 

Sanksi

Meskipun secara hukum Arteria tidak bisa dituntut, sebagai negara demokrasi tentu ada mekanisme lain yang bisa ditempuh oleh masyarakat. Apalagi, pernyataan itu dinilai menyinggung SARA. 

Untuk itu, masyarakat bisa membawa masalah ini ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Nantinya, MKD akan memutuskan apakah pernyataan itu telah melanggar kode etik atau tidak. 

Selain itu, partai politik tempat Arteria bernaung juga harus memberi sanksi yang tegas pada kadernya. Agar ke depannya, dalam menjalankan tugasnya senantiasa memerhatikan etika dalam berpolitik. 

Selain itu, seorang anggota dewan harus memiliki etika politik pancasila. Etika ini sangat menghargai nilai-nilai, persatuan dan perbedaan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. 

Etika politik demikian penting untuk diimplementasikan dengan baik untuk menjaga stabilitas negara. Kita memiliki sejarah kelam, khususnya yang berhubungan dengan SARA. 

Untuk itu, etika itu harus dijalankan dengan baik demi memelihara bangsa dari perpecahan. Semoga saja, kasus ini bisa menjadi contoh bagi anggota dewan lain agar lebih hati-hati dalam melontarkan pernyataan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun