Dalam penelitian itu, mereka meneliti terkait tata bahasa, logika, dan selera humor. Hasilnya, peserta yang nilainya rendah justru menilai kemampuan mereka di atas rata-rata.Â
Misalnya dalam penelitian selera humor, beberapa peserta justru keliru dalam menentukan objek yang lucu. Akan tetapi, mereka seolah-olah paling benar dan memiliki selera humor tinggi.Â
Begitu juga dengan tes lain seperti logika dan tata bahasa. Pada kondisi yang sama, peserta dengan hasil rendah justru menganggap orang lain bodoh alias mereka lebih pintar.Â
Lantas mengapa orang-orang yang bisa terjebak ke dalam dunning kruger effect? Dari hasil penelitian di atas, ada tiga masalah yang membuat orang terjebak dalam posisi ini.Â
Pertama, mereka keliru dalam menarik kesimpulan dari suatu informasi. Padahal, informasi tersebut belum tentu benar.Â
Kedua, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengolah informasi tersebut. Hal ini disebabkan karena minimnya pengetahuan yang dimiliki.
Ketiga, mereka sangat percaya diri dengan informasi yang sedikit. Dengan informasi minim yang belum terpercaya, mereka seolah-olah tahu segalanya.
Akibatnya, mereka tidak memiliki inisiatif untuk mengecek kebenaran informasi tersebut atau opini yang mereka lemparkan.Â
Dari penjelasan itu, tentu kita pernah bertemu dengan orang-orang seperti ini. Baik di dunia nyata, maupun di kolom komentar media sosial.Â
Lantas siapa saja yang bisa mengalami ini? Semua orang bahkan kita pernah berada di posisi ini. Mungkin kita memang pintar dan mahir di segala bidang.Â
Akan tetapi, sebenarnya kita tidak ahli di segala bidang. Bisa saja orang yang benar-benar ahli dalam satu bidang, mungkin secara keliru mereka menjadi ahli bidang lain.Â