Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Nepotisme dan Kekuatan "Orang Dalam" yang Masih Dilestarikan

11 Desember 2021   06:05 Diperbarui: 11 Desember 2021   06:05 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Maraknya praktik nepotisme di beberapa sektor, membuat persaingan untuk menunjukkan siapa yang layak jelas tidak ada. Tentu saja hal itu akan membunuh kesempatan orang lain yang memiliki kapasitas yang lebih mumpuni. 

Jika hal ini dibiarkan, maka cita-cita menciptakan pemerintahan yang bersih dari KKN hanya omong kosong. Tidak seperti korupsi, rasanya nepotisme kurang mendapatkan perhatian.

Padahal perbuatan ini jelas dilarang, khusunya oleh Undang-Undang Nomor 28 Tahun 199 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bebas dan Bersih Dari KKN. 

Padahal, nepotisme sama kotornya seperti korupsi. Hal itu karena nepotisme hanya menghilangkan persaingan dan dinilai bisa menyingkirkan orang-0rang yang berkompeten. 

Nepotisme merupakan cikal awal dari abuse of power. Seseorang yang memiliki kuasa lebih secara naluri akan memberi karpet merah pada kerabat atau orang terdekat untuk mempertahankan kekuasaan. 

Jika dibiarkan terus menerus, bukan tidak mungkin suatu lembaga atau korporasi akan menjadi sebuah dinasti. Peluang untuk melakukan korupsi pun semakin tinggi karena terbukanya kesempatan itu. 

KKN adalah perbuatan hina, VOC yang saat itu merupakan korporasi dagang terbesar hancur gara-gara praktik KKN. Begitu juga dengan negara, bukan tidak mungkin jika negara ini akan hancur jika KKN masih ada. 

Untuk itu, sekecil apapun nilai suapmu, atau sekecil hadiahmu pada para pejabat, hal itu harus dihindari. Kita tidak akan bisa melakukan hal yang lebih besar jika hal-hal kecil di atas belum bisa kita atasi. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun