Kebun binatang menjadi tempat rekreasi yang menyenangkan bagi anak-anak. Apalagi kita bisa menyaksikan berbagai jenis hewan. Mulai dari hewan buas hingga hewan langka yang dilindungi.Â
Menyaksikan hewan yang dikurung di kandang sembari memberi makan memang asyik. Apalagi bisa berinteraksi dengan hewan, tentu anak-anak akan semakin betah bermain di kebun binatang.
Namun, siapa sangka pada zaman dahulu manusia pernah dijadikan objek layaknya binatang seperti di kebun binatang. Tentu hal itu adalah bagian dari sejarah kelam umat manusia khususnya dalam rasisme.Â
Sejarah dunia seakan tidak bisa lepas dari rasisme. Apalagi pengaruh ini muncul seiring berkembangnya teori darwinisme sosial. Orang-orang kulit putih pada saat itu mengklaim bahwa mereka adalah ras unggul.Â
Bangsa lain di luar mereka dianggap primitif dan tidak mempunyai peradaban maju. Perlakuan orang berkulit putih pada orang kulit hitam begitu terasa bahkan hingga saat ini.Â
Tengoklah kasus-kasus rasialisme yang terjadi di Amerika, paham tersebut ialah warisan pada zaman dahulu saat orang Eropa melakukan kolonialisme dan imperialisme di luar wilayah Eropa.
Sejarah juga seakan tidak bisa lepas dari perlakuan tak manusiawi orang kulit putih pada ras lain. Bentuk paling umum yang ditemui adalah perbudakan. Contoh lain yang mungkin jarang didengar adalah human zoo alias kebun binatang manusia.
Kata tersebut memang aneh, hal itu karena kontradiksi dari segi arti maupun realitanya. Human zoo sempat populer pada abad ke-19 hingga awal abad ke-20.
Antropolog Shoshi Parks menulis di timeline perihal fenomena ini. Ia menyebut asal-usul human zoo berangkat dari kelahiran pertunjukan sirkus di London pada 1770-an.
Sirkus tersebut tak hanya memamerkan kemampuan atletis atau hewan eksotis, tetapi juga orang-orang aneh. Maksud dari orang aneh di sini adalah mereka yang memiliki fisik tidak lazim atau unik.