Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Hustle Culture, Budaya Gila Kerja dan Buaian Kesuksesan di Balik Kata Kerja Keras

21 November 2021   11:44 Diperbarui: 7 Desember 2021   19:45 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Baca juga: Saat Tak Melakukan Apapun Terasa Nikmat 

Di China ada yang disebut dengan pola bekerja 996. Pelopornya adalah Jack Ma. Pola kerja tersebut mengharuskan bekerja selama dua belas jam sehari dalam waktu seminggu bekerja (6 hari).

Kebijakan itu kemudian diikuti oleh korporasi lain. Meskipun pada akhirnya mendapat penolakan juga karena tak manusiawi. Bahkan, pola bekerja 996 itu memakan korban sampai ada yang meninggal. 

Gaya hidup ini jelas tidak baik, terutama bagi kesehatan kita. Kita sering beranggapan bahwa hustle culture hanya terjadi pada mereka yang bekerja di kantor atau perusahaan startup. 

Padahal tidak, semua orang bisa saja terjebak dalam gaya hidup ini. Misalnya dalam dunia sales, salah satu teman saya yang bekerja di bidang ini selalu dikejar dengan target penjualan. 

Akibatnya mereka dituntut untuk bekerja keras tanpa henti. Untuk menyemangati karyawan, biasanya akan diberi bonus jika target tercapai atau lebih. Lalu, bagaimana jika target tidak tercapai? Pendapatan ya tetap UMR tidak ada bonus apapun. 

Hal inilah yang mendorong seseorang untuk bekerja keras. Terkadang, meskipun tak mengambil cuti atau tidak libur selama sebulan, target tidak tercapai. Jadi ya kerja keras tadi nihil seakan tidak ada artinya. 

Jika mencapai target, tentu para karyawan akan dituntut untuk mencapai target bulan sebelumnya bahkan lebih. Jika gagal, tidak sedikit juga para atasan selalu mendorong agar karyawan bekerja lebih giat.

Pada akhirnya, mereka yang tidak bisa memenuhi hal itu sering menyalahkan diri sendiri. Munculnya gaya hidup hustle culture membuat stigma bahwa kesuksesan ditanggung 100 persen oleh individu, termasuk penjualan dalam dunia sales.  

Hustle culture juga menganggap mereka yang nganggur dianggap tidak bekerja keras. Sehingga, ia dianggap tidak mampu berkopetensi dalam kehidupan. Padahal, kerja keras bukan penentu seseorang sukses atau miskin. 

YouTuber Baim Wong sempat menyebut hal ini. Jika tak ingin miskin ya harus kerja. Padahal, masalah ini begitu kompleks. Kesuksesan yang dibebankan pada tanggung jawab individu jelas salah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun