Bagaimana kesan pertama pembaca saat bertemu orang urakan, lusuh, rambut panjang, tatoan dan sebagainya. Pastinya akan menilai orang tersebut sebagai preman atau orang tidak baik.Â
Kemudian apa kesan pertama pembaca saat melihat seseorang berpenampilan rapi, ramah senyum, pasti dengan cepat menilai bahwa orang tersebut baik.Â
Kita tentu pernah menilai seseorang meskipun hanya berjumpa sedetik saja. Penilaian itu bisa dari sikap, perbuatan, bahkan dari cara berpakaian. Namanya juga sekilas, tentu bisa keliru bukan?Â
Bisa saja si urakan adalah orang baik dan si orang rapi sebaiknya. Tidak ada yang tahu soal itu. Apalagi penilaian tersebut hanya pada kesan pertama.
Bahasa kekiniannya mungkin first impression. Nah, ternyata istilah tersebut dalam dunia psikologi adalah halo effect. Lalu apa sih halo effect itu?Â
Istilah halo effect diperkenalkan pertama kali oleh Psikolog Edward L. Thorndike sekitar tahun 1920. Menurut beberapa sumber, istilah ini tidak sengaja ditemukan.Â
Thordike saat itu melakukan penelitian melibatkan kemiliteran. Thordike meminta para petugas kemiliteran untuk melalukan perangkingan.Â
Uniknya lagi, sang petugas tersebut sudah mendapatkan siapa saja yang memiliki rangking tertinggi. Meskipun tidak berbicara dengan bawahannya.Â
Umumnya, tentara yang memiliki postur tubuh tinggi, menarik, dianggap memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Tentu saja hal itu diambil secara generalis dari salah satu karakter saja.Â
Dari hal itu kita dapat menyimpulkan bahwa terjadi bias penilaian. Penilaian positif kepada seseorang terlalu subjektif dan tidak dilakukan secara menyeluruh.