Pasal 201 UU Pilkada memang mengatur bahwa pilkada serentak nasional adalah tahun 2024 nanti. Akan tetapi, dampaknya jelas banyak kepala daerah nganggur.Â
Batalnya revisi UU Pilkada, setidaknya ada 101 kepala daerah yang terdiri 7 gubernur, 76 bupati dan 18 wali kota berakhir masa jabatannya pada 2022 mengalami kekosongan jabatan.Â
Demikian pula yang berakhir tahun 2023 sebanyak 171 kepala daerah yang terdiri dari 17 gubernur, 115 bupati dan 39 wali kota. (liputan6.com)
Bagi kepala daerah yang ingin maju dalam pilkada nanti, harus sabar menunggu sampai tahun 2024 nanti. Beda dengan pengisian jabatan presiden, untuk mengisi kekosongan jabatan kepala daerah sudah diatur dalam UU No. 10 tahun 2016.Â
Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur. (Pasal 201 ayat 10)Â
Untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Walikota, diangkat penjabat Bupati/Walikota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Walikota. (Pasal 201 ayat 11)
Tentu saja pengisian posisi jabatan tersebut bisa membuat kerugian bagi cakada nanti. Pengisian Plt. tersebut disinyalir bisa menurunkan elektabilitas.Â
Kejadian tersebut bisa meredupkan pamor cakada itu sendiri. Bisa saja masyarakat lupa, dan tentu saja ini hanya akan menurunkan popularitas mereka saat pilkada nanti.Â
Penting kiranya untuk mempertahankan elektabilitas. Jika tidak, tentu saja akan kalah dalam percaturan pilkada serentak nanti.Â
Sisi lain yang harus diperhatikan adalah anggaran. Anggaran untuk pemilu tidak sedikit, apalagi jika pelaksanaan pemilu berdekatan dengan pilkada.Â
Tentu pemerintah harus mengeluarkan biaya begitu ekstra. Belum lagi kondisi ekonomi kita masih berusaha bangkit. Oleh karenanya, pelaksanaan pilkada nanti harus disiapkan dengan matang.Â