Di dalam RUU tersebut, pelecehan seksual digolongkan ke dalam bentuk tindakan fisik dan non fisik (verbal) yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain merasa terintimidasi, direndahkan, atau dipermalukan.
Poin yang terpenting bagi saya adalah bentuk non fisik alias verbal. Publik seharusnya mendapatkan edukasi terkait ini. Pelecehan secara verbal dianggap lumrah oleh masyarakat kita.Â
Contoh yang paling kecil adalah bersuit dengan mata genit, menatap seorang wanita dengan penuh hasrat. Kebanyakan masyarakat kita menganggap perbuatan tersebut adalah hal yang lumrah.
Padahal tidak sedikit perempuan yang merasa risih, terintimidasi, dipermalukan, dan direndahkan. Perempuan seolah-olah hanya sebagai objek pemuas nafsu berahi laki-laki.Â
Hal sekecil itu seharusnya sudah masuk ke dalam pelecehan terhadap kehormatan perempuan. Tetapi, pelecehan baru dianggap terjadi apabila sudah dalam bentuk fisik alias tindakan, itulah yang terjadi saat ini.Â
Kurang adanya edukasi publik yang membuat persepsi itu bertahan sampai sekarang. Kebanyakan orang berpikir bahwa pelecehan itu benar-benar terjadi apabila sudah dalam bentuk fisik atau tindakan.
Pentingnya RUU PKS ini adalah adanya pemulihan hak korban. RUU PKS merupakan undang-undang yang berpihak pada korban pelecehan seksual khususnya perempuan.Â
Tidak hanya korban saja yang dilindungi tetapi meliputi keluarga korban dan saksi. Hak korban tersebut mencakup hak atas penanganan, hak atas perlindungan, dan hak atas pemulihan.
Pemulihan korban kekerasan seksual menjadi penting, beban psikologis korban jelas berat. Apalagi ketika kembali dalam lingkungan sosial.
Untuk itu, pemulihan ini bertujuan untuk membangkitkan kepercayaan diri dan menghilangkan trauma yang sering kali menghantui korban.Â
Yang perlu digarisbawahi adalah adanya rehabilitasi bagi pelaku kekerasan seksual. Rehabilitasi penting dilakukan agar perbuatan serupa tidak terulang kembali.