Setiap orang pada saat ini tentu mempunyai minimal satu akun media sosial. Segala sesuatu bisa jadi viral karena media sosial. Selain sarana mengekspresikan diri, media sosial juga sering dijadikan tempat melapor.Â
Beberapa korban kejahatan justru melapor di media sosial bukan ke pihak berwajib. Umumnya, mereka yang melapor di media sosial adalah para korban pelecehan seksual.Â
Sudah tidak terhitung berapa banyak kasus pelecehan seksual karena korban curhat di akun media sosial. Meskipun tidak sedikit yang menggunakan akun anonim karena bayang-bayang pasal karet UU ITE.Â
Tentunya kita masih ingat dengan kasus Baiq Nuril yang menyuarakan haknya sebagai korban pelecehan seksual. Kasus ini menyita perhatian banyak kalangan, bahkan salah satu teman saya mengangkatnya ke dalam skripsi.Â
Sampai akhirnya, kasus ini selesai di tangan Presiden Joko Widodo yang memberikan amnesti. Beberapa hari lalu, korban pelecehan seksual melakukan hal sama, yaitu melapor di media sosial.Â
Akun yang bernama Nyelaras tersebut menceritakan kejadian yang menimpa dirinya. Dalam tulisannya, Nyelaras menceritakan kronologi dirinya yang menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh Gofar Hilman.Â
Nama tersebut asing di telinga saya, kabarnya dia adalah seorang penyiar radio dan sempat membintangi film. Apapun latar belakangnya, apa yang dilakukan oleh Gofar jelas salah dari sisi manapun.
Hal yang menjadi pikiran saya adalah mengapa korban pelecehan seksual lebih memilih media sosial daripada melapor secara langsung. Ada beberapa alasan mengapa korban pelecehan seksual lebih speak up di media sosial.Â
Minimnya perlindungan terhadap korban
Pelecehan seksual maupun kekerasan seksual merupakan salah satu tindak pidana di mana korban dianggap bersalah. Beberapa kesalahan sering dialamatkan kepada korban. Misalnya baju yang terlalu minim atau penampilan yang bisa mengundang berahi.Â