Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pasal Penghinaan Presiden Kembali Hidup dalam RKUHP, Benarkah Pemerintah Antikritik?

9 Juni 2021   19:56 Diperbarui: 9 Juni 2021   20:10 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly saat mengikuti Rapat Kerja di gedung DPR, Jakarta.  Sumber foto: kompas.com

Kementerian Hukum dan HAM sejauh ini terus mensosialisasikan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Sebelumnya, RKUHP sempat ditunda pengesahannya oleh Presiden Joko Widodo. 

Hal tersebut karena RKUHP mendapatkan penolakan dari sejumlah kalangan. Bahkan, banyak mahasiswa turun kembali ke jalan menyuarakan aspirasinya agar RKUHP tidak disahkan.

Hal tersebut karena beberapa pasal dalam RKUHP sempat menjadi sorotan seperti pasal aborsi, dan pasal penghinaan terhadap kepala negara. Beberapa pihak mendesak agar RKUHP tidak dikeluarkan dalam prolegnas. 

Namun, beberapa hari terakhir pasal penghinaan presiden kembali hidup dalam RKUHP dan mendapatkan pro kontra di masyarakat. Sebagian kalangan menyebut pasal tersebut tidak sejalan dengan prinsip demokrasi. 

Tidak sedikit juga yang melabeli bahwa pasal ini seakan-akan pemerintah enggan menerima kritik. Hal yang jauh berbeda ketika Presiden Joko Widodo sempat meminta agar masyarakat jauh lebih aktif dalam memberikan kritik pada pemerintah. 

Hal tersebut jelas bertabrakan dengan UU ITE. Seperti yang diketahui, UU ITE menjadi momok yang menakutkan kala menyampaikan kritik. Hal tersebut karena rumusan dalam undang-undang tersebut tidak jelas alias karet. 

Kini, kebebasan untuk mengkritik masih menjadi angan-angan ketika pasal penghinaan presiden kembali hidup dalam RKUHP. Lantas, apakah benar pemerintah antikritik? Saya sendiri mempunyai pandangan berbeda untuk pasal teranyar ini. 

Delik biasa dan delik aduan

Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden diatur dalam RKUHP Pasal 218 yang berbunyi sebagai berikut:

Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama tiga tahun enam bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.

Sementara itu, apabila penghinaan tersebut dilakukan di media sosial ancaman pidananya berbeda sebagaimana diatur dalam Pasal 219 sebagai berikut:

Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau martabat terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun 6 bulan atau denda paling banyak kategori IV.

Lebih lanjut dalam Pasal 220 diatur sebagai berikut:

  1. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan
  2. Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan secara tertulis oleh Presiden atau Wakil Presiden

Perlu diketahui, dalam melihat suatu delik kita harus bisa membedakan mana itu delik biasa dan delik aduan.

Delik biasa adalah tindak pidana yang dapat diproses tanpa adanya aduan atau persetujuan laporan dari pihak korban atau pihak yang dirugikan. Meskipun kedua pihak damai, dalam delik ini proses hukum tetap berjalan.

Adapun delik biasa ini bersifat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Jadi siapa saja dapat melaporkannya pada pihak berwajib. Contohnya pembunuhan, dalam kasus ini siapa saja tanpa persetujuan korban dapat melaporkan tindak pidana ini.

Tidak masuk akal jika korban yang harus melapor, bagaimana jika korban meninggal?
Karena menyangkut kepentingan dan keamanan masyarakat, meskipun kedua pihak telah berdamai, maka proses hukum tetap berjalan.

Bayangkan saja jika seorang kriminal yang hobi membegal atau membunuh tidak lanjut pada proses hukum jika ditempuh dengan jalan damai, tentunya akan meresahkan masyarakat.

Delik kedua yang harus diketahui adalah delik aduan. Berbeda dengan delik biasa, delik aduan adalah suatu tindak pidana yang dapat diproses oleh penegak hukum apabila ada pengaduan dari korban.

Oleh sebab itu, dalam delik ini penegak hukum tidak dapat meproses ke jalur hukum tanpa adanya laporan dari pihak yang dirugikan alias korban. Berbeda dengan delik biasa, dalam delik aduan jika kedua pihak sepakat untuk berdamai dan mencabut laporan, maka proses hukum juga harus berhentikan.

Hal tersebut karena delik aduan tidak mengancam ketertiban umum, karena pada dasarnya delik ini lebih pada konflik individu dengan indvidu.

Pasal penghinaan presiden masuk dalam delik aduan

Jika melihat uraian singkat di atas, maka sudah dipastikan bahwa pasal penghinaan presiden merupakan delik aduan. Hal itu dengan tegas dicantumkan dalam Pasal 220 ayat 2.

Dalam hal ini, kepolisian tidak dapat memproses ke jalur hukum apabila Presiden atau Wakil Presiden tidak melapor.

Pasal penghinaan presiden ini berbeda dengan pasal yang dicabut oleh Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 013-022/PUU-IV/2006. Delik dalam pasal tersebut adalah delik umum, jadi siapa saja tanpa persetujuan korban pihak penegak hukum dapat memproses ke jalur hukum.

Adanya pergeseran dari delik biasa ke delik umum adalah untuk menjaga agar tidak terjadi penyalahgunaan pasal ini. Jika pasal ini masuk dalam delik biasa, maka tidak menutup kemungkinan akan seperti pasal karet yang ada di UU ITE.

Presidennya minta dikritik, tapi pendukungnya yang kebakaran jenggot. Selain itu, jika ingin benar-benar agar pasal ini tidak karet delik aduan dalam pasal ini harus menjadi delik aduan absolut.

Itu artinya, proses hukum harus benar-benar terjadi apabila Presiden atau Wakil Presiden yang melapor sendiri, tidak diwakilkan oleh pihak manapun. 

Substansi dalam pasal ini juga harus jelas, tidak boleh menimbulkan penafsiran abu-abu, terutama untuk mendefinisikan menghina atau merendahkan martabat.

Oleh sebab itu, penafsiran dari menghina itu sendiri sepenuhnya dikembalikan kepada korban dalam hal ini Presiden atau Wakil Presiden.

Jika itu dalam koridor yang benar, maka menurut hemat saya pasal ini tidak akan menjadi pasal karet. Lantas apakah dengan berubahnya dari delik biasa menjadi delik aduan menjadikan pemerintah antikritik?

Pada prinsipnya, setiap orang berhak menjaga martabatnya masing-masing. Bagi saya pasal ini tidak menjadikan pemerintah antikritik, selama masih dalam prinip hukum yang benar. Berubahnya menjadi delik aduan adalah salah satu cara agar terhindar dari stereotip pasal karet dan antikritik.

Sebagai pribadi, tentunya setiap orang baik rakyat biasa maupun Presiden mempunyai hak untuk dihargai martabat dan kedudukannya sebagai manusia. Karena hal itu merupakan nilai universal yang harus dihargai. 

Dalam hal ini, jika pun ada Presiden membuat laporan atas penghinaan terhadap dirinya harus mewakilkan individu dan melepaskan jabatannya sebagai pemimpin.

Meskipun pasal ini pada prinsipnya tidak menjadikan pemerintah antikritik, bagi saya setiap orang yang mengisi jabatan dalam pemerintahan harus siap dengan segala konsekuensi yang diterima termasuk kritik itu sendiri.

Masih ada pekerjaan lain yang harus dibenahi daripada memikirkan kritik semata. Alangkah lebih baik jika soal penghinaan maratabat seseorang masuk dalam ranah perdata, bukan ranah pidana. 

Karena pada dasarnya, penghinaan adalah tindak pidana antarindividu dan bersifat tidak membahayakan ketertiban umum. Namun sayangnya, di akar rumput tidak demikian. Untuk itu, dalam memuja seseorang jangan berlebihan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun