Misalnya mencuri, dikatakan dalam KHUP kurang lebih seperti ini.Â
Mencuri adalah perbuatan mengambil barang baik itu seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan tujuan untuk dimiliki secara melawan hukum.
Dari rumusan itu kita sudah tahu definisi alias batasan dari mencuri. Jadi kita tidak perlu repot untuk mencari penafsiran tentang mencuri itu apa karena dalam rumusan pasal sudah jelas.Â
Cara kedua adalah mencari penjelasan undang-undang atau disebut memorie van toelichting. Undang-undang biasanya memberikan penjelasan pasal-pasal di bawahnya.
Jika suatu istilah tidak dijelaskan dengan pasti dalam pasal, maka untuk menafsirkannya adalah mencari di penjelasan. Cara ketiga adalah melihat putusan pengadilan atau yurisprudensi.Â
Ketiga cara itu bisa disebut sebagai cara utama. Nah jika masih tidak ada, maka ada cara lain yaitu penafsiran secara gramatikal alias dari segi tata bahasa. Mungkin KBBI bisa dijadikan acuan untuk ini.
Tetapi penafsiran secara tata bahasa digunakan apabila ketiga cara utama tidak menemukan hasil sama sekali. Artinya dalam menafsirkan undang-undang harus sesuai dengan urutan yang benar.
Selain penafsiran gramatikal masih banyak metode penafsiran lain. Misalnya penafsiran historis, penafsiran logis, mempetentangkan, memperluas, mempersempit dan lain-lain.
Mungkin saja yang dimaksud penafsiran secara harfiah dalam drama ini adalah penafsiran gramatikal. Yah ini hanya opini pribadi saya semata
Bagi saya metode pembelajaran seperti ini bagus, itu artinya mahasiswa mau tidak mau harus aktif mengecek setiap putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan dan menganalisis.
Dari situ terjadi diskusi, karena terkadang hukum yang seharusnya dan senyatanya terjadi ketimpangan. Metode pembelajaran seperti itu bagi saya bagus untuk diterapkan disetiap fakultas hukum di negeri ini.Â