Diskriminasi dan stigmatisasi terhadap PRT dan pekerjaannya menimbulkan bias di masyarakat, pekeraan ini sering dianggap sepele, pekerjaan yang dipandang tidak memiliki keterampilan dan tidak bernilai ekonomis harus dihentikan.
Selain itu, eksploitasi dan ancaman kekerasan rentan didipat PRT, hal itu karena belum adanya payung hukum terkait PRT. Adanya payung hukum terhadap PRT jelas untuk menjamin penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak-haknya dan kesejahteraan rumah tangga beserta keluarganya.
Beberapa hak yang harus dipenuhi
1. Jam kerja
PRT sebenarnya mempunyai ruang lingkup kerja yang sangat luas. Sebut saja mencuci, memasak, membersihkan rumah, merawat anak, merawat orang sakit atau berkebutuhan khusus, mengemudi dan masih banyak lagi.
Ruang lingkup pekerjaan yang terlalu luas tersebut harus ada pembatasan waktu kerja dan beban kerja. Meskipun kerja di rumah misalnya, tetap saja PRT harus mendapatkan jam kerja yang layak.
Mereka juga butuh istirahat. Jangan terlalu memberikan beban kerja yang terlalu berat. Untuk itu, adanya pembatasan jam kerja menjadi penting di sini. Jam kerja ideal ya sama dengan pekerja pada umumnya misalnya 8 jam perhari.
Rasanya untuk sektor PRT ini tidak demikian, apalagi jika PRT tersebut tinggal satu rumah. Jam kerja akan melebihi waktu kerja pekerja pada umumnya. Seharusnya itu masuk dalam kategori lembur.Â
2. Pelatihan dan pendidikan bagi PRT
Sama halnya dengan pekerja Indonesia yang dikirim ke luar negeri, PRT yang ada di dalam negeri juga harus mendapatkan pelatihan dan pendidikan.
Untuk meningkatkan keterampilan kerja bagi PRT, pemerintah harus menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi PRT melalui Balai Latihan Kerja.