Jika kita mengacu pada regulasi tentang pendidikan, tentu induknya adalah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Selain undang-undang tersebut, ada juga Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Tidak harmonsinya dua undang-undang tersebut bisa dilihat dari kurikulum yang diatur. Di dalam Undang-Undang Sisdiknas misalnya, untuk kurikulum perguruan tinggi dalam Pasal 37 menyatakan bahwa pedidikan tinggi setidaknya wajib memuat; pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan, dan bahasa.
Hal ini berbeda sekali dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi, dalam Pasal 35 jelas menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah; agama, Pancasila, kewarganegaraan, dan  bahasa Indonesia.
Untuk mekanisme peraturan lebih lanjut mengenai kurikulum tersebut, undang-undang mendelagasikan ke dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Maka keluarlah PP Nomor 57 Tahun 2021 menggantikan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Pendidikan Nasional ( PP SNP lama).
Jika kta lihat kembali PP Nomor 57 Tahun 2021, sejatinya hanya mengacu pada undang-undang sisdiknas saja. Hal itu bisa dilihat dari kurikulum yang diatur untuk berbagai jenjang pendidikan. Isinya sama dengan undang-undang sisdiknas. PP tersebut jelas tidak mengakomodir undang-undang pendidikan tinggi.
Pasal 40 PP Nomor 57 Tahun 2021 sama persis muatannya dengan Pasal 37 dalam undang-undang sisdiknas. Itulah musababnya mata kuliah wajib Pancasila dan Bahasa Indonesia hilang.
Padahal di dalam dasar hukum (bagian mengingat) PP tersebut mencantumkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Nyatanya undang-undang dikti tidak terakomodir di dalam PP ini.
Perbedaan substansi dari kedua undang-undang di atas membuat PP ini bermasalah.
Seharusnya kedua undang-undang tersebut sinkron, akibatnya aturan turunannya bertentangan dengan aturan di atasnya yaitu undang-undang.
Padahal dalam hierarki peraturan perundang-undangan, kedudukan PP berada di bawah undang-undang. Oleh karenanya, substansi yang diatur tidak boleh bertentangan dengan aturan di atasnya.
Seharusnya ada undang-undang yang menjadi induk bagi pendidikan, entah itu pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Undang-undang sisdiknas bisa dijadikan sebagai induk bagi semua regulasi pendidikan di Indonesia.
Satu undang-undang tapi mengakomodir semua regulasi di bidang pendidikan. Untuk itu perlu adanya revisi dalam berbagai regulasi dalam bidang pendidikan.