Mohon tunggu...
Dani Ramdani
Dani Ramdani Mohon Tunggu... Lainnya - Ordinary people

Homo sapiens. Nulis yang receh-receh. Surel : daniramdani126@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Mana yang Lebih Rasional, Perppu atau Judicial Review?

10 Oktober 2020   00:50 Diperbarui: 10 Oktober 2020   01:16 391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gelombang penolakan RUU Cipta Kerja masih terus terjadi di beberapa daerah di Indonesia, bahkan demo tersebut berujung pada tindakan anarkisme yang ditandai dengan perusakan fasilitas umum dan juga aksi vandalisme. 

Unjuk rasa tersebut tidak hanya dilakukan oleh para buruh saja, tetapi dari berbagai kalangan, baik itu mahasiswa maupun para pelajar. Unjuk rasa tersebut tidak lain untuk menuntut keadilan dan hak-hak buruh yang dinilai telah dirampas oleh RUU Cipta Kerja tersebut.

Unjuk rasa merupakan salah satu perlawanan yang dilakukan oleh buruh, tetapi tetap saja dalam melakukan hal tersebut harus sesuai dengan norma yang berlaku dan mencerminkan etika kita sebagai orang timur yang berbudi luhur. Selain unjuk rasa, perlawanan juga dilakukan dengan cara mogok masal yang dilakukan pada tanggal 6 Oktober sampai 8 Oktober 2020.  Bahkan media luar pun menyoroti aksi unjuk rasa yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia tersebut.

Tuntutan para buruh tidak berubah, yaitu menolak RUU Cipta Kerja, undang-undang sapu jagad tersebut dinilai oleh para buruh telah merugikan mereka dan merampas sebagian hak mereka yang sudah dijamin dalam undang-undang tenaga kerja. 

Tetapi, kembali lagi pada konsep negara kita, suatu undang-undang tidak dapat diubah atau dicabut tanpa mekanisme hukum yang berlaku, unjuk rasa merupakan salah satu cara buruh untuk menyalurkan aspirasi dan semoga saja aspirasi terebut ditindaklanjuti dengan mekanisme perubahan undang-undang yang disediakan oleh peraturan yang berlaku. 

Setidaknya untuk mengubah itu semua ada dua acara, yaitu melalui mekanisme penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) dan Judicial Review ke Mahkamah Konstitusi.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang

Presiden sebagai kepala negara dan kepada pemerintahan mempunyai wewenang untuk menerbitkan Perppu. Perppu tersebut sepenuhnya menjadi hak istimewa presiden, hal ini telah diatur oleh Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan dalam hal ihwal kegentingan memaksa Presiden dapat mengeluarkan Perppu.

Perppu juga seringkali menjadi alat yang membuat presiden memiliki potensi sikap otoriter, Perppu merupakan alat yang sangat kuat bagi Presiden menuangkan kehendaknya secara serta merta tanpa persetujuan DPR. 

Perpuu seolah menjadi jalan pintas bagi Presiden untuk melewati mekanisme musyawarah di DPR. Oleh sebab itu, maka konstitusi kita membatasi hal itu dengan syarat "kegentingan memaksa". 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun