Di dalam RUU Cipta kerja sendiri terdapat beberapa klaster yang meliputi peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha, ketenagakerjaan, kemudahan, perlindungan dan pemberdayaan, UMKM serta perkoperasian, kemudahan berusaha, dukungan riset dan inovasi, pengadaan lahan, kawasan ekonomi, investasi pemerintah dan percepatan proyek strategis nasional, pelaksanaan administrasi pemerintahan, dan pengenaan sanksi.Â
Sebelumnya pendidikan juga masuk ke dalam klaster RUU Cipta Kerja. Hal itu jelas mendapatkan penolakan dari aktivis pendidikan yang menyatakan bahwa pendidikan bukan merupakan bisnis.
Klaster ketenagakerjaan merupakan klaster yang paling disoroti dan mendapat penolakan keras dari kaum buruh. Misalnya dalam Pasal 88 C yang mengatur mengenai upah minimum, dan upah minimum tersebut adalah upah minimum provinsi.
Padahal dalam Pasal 89 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan membedakan upah minimum ke dalam upah minimum provinsi dan atau kabupaten kota.
Jika disamaratakan belum tentu biaya hidup di setiap kabupaten/kota sama. Adanya perbedaan dalam upah minimum justru disesuaikan dengan kebutuhan hidup layak, yang pastinya setiap daerah mempunyai standarnya tersendiri, dan tentunya biaya standar hidup layak tersebut berbeda di setiap wilayah kabupaten/kota.Â
Maka jika daerah yang katakanlah memerlukan biaya hidup yang tinggi dan upah minimum yang ditetapkan lebih rendah dari sebelumnya, standar hidup layak itu sendiri tidak terpenuhi. Sayangnya pengaturan upah yang terdapat di dalam Pasal 89 UU Ketenagakerjaan tersebut dihapus.
Selain itu di dalam Pasal 90 UU Ketenagakerjaan setiap perusahaan tidak boleh meberikan upah yang rendah di bawah upah minimum. Namun sayangnya Pasal 90 tersebut justru dihapus dalam RUU Ciptaker. Ini jelas merugikan. Bukan tidak mungkin perusahaan akan memberikan upah di bawah standar yang ditetapkan mengingat kewajiban untuk memnuhi upah sesuai standar telah dihapus.
Selain mengenai upah, pasal yang menjadi permasalahan lain adalah Pasal 93 ayat 2. Pasal ini merupakan pengecualian bagi pekerja yang tidak melakukan pekerjaan akan tetapi akan tetap mendapatkan upah.
Namun sayangnya ada beberapa pengecualian yang dihapus dalam RUU Cipta Kerja yang terdapat dalam Pasal 93 ayat 2 UU Ketenagakerjaan yaitu perempuan yang haid pada hari pertama yang menyebabkan tidak dapat menjalankan pekerjaannya, pekerja yang menikah, menikahkan, mengkhitankan, membaptiskan anaknya, istri melahirkan atau keguguran kandungan, dan saudara yang meninggal dunia, pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaannya karena menjalankan ibadahnya.
Pasal 93 ayat 2 RUU Ciptaker hanya menyebukan pekerja yang tidak bekerja akan tetapi tetap mendapatkan upah karena suatu halangan tertentu.
Perlu digarisbawahi apa yang dimaksud dengan berhalangan tersebut, apakah di dalamnya termasuk halangan yang tidak dimasukan dalam Pasal 93 ayat 2 UU Ketenagakerjaan yang disebutkan di atas?Â