mahasiswa mungkin saja menjadi hal yang selalu menarik diperbincangkan dulu, sekarang bahkan seterusnya. Tak ayal, melalui sejarah panjang pertumbuhan bangsa, mahasiswa tak luput, bahkan catatan sejarah menjadi saksi keterlibatan mahasiswa atas kontrolnya terhadap bangsa.Â
Berorganisasi di kalanganBenar adanya, selain berada pada tingkat pendidikan paling atas, sebut saja pada tahap penyempurnaan intelektual, mahasiswa juga identik sebagai penyambung lidah masyarakat yang bertanggung jawab atas masalah-masalah sosial yang terjadi.
Kendati demikian dalam internal mahasiswa sendiri, berorganisasi  menjadi hal yang paradoks. Di satu sisi terdapat kelompok mahasiswa seolah menutup mata dengan hal itu, namun di sisi lainnya juga terdapat kelompok mahasiswa yang menjadikan organisasi sebagai langkah penting dengan goal-nya masing-masing.Â
Pada kelompok pertama, bagi mereka mahasiswa yang berorganisasi dianggap menyiakan waktu, menguras tenaga, menghabiskan uang, ujungnya menjadi mahasiswa abadi.Â
Semua itu bukan sangkaan belaka. Realitas yang terjadi memang benar, tidak sedikit dari mahasiswa yang berorganisasi terlambat dalam menyelesaikan kuliahnya.Â
Begitu juga dengan kelompok kedua, mahasiswa yang tidak berorganisasi di cap sebagai mahasiswa kupu-kupu (kuliah pulang, kuliah pulang). Dampaknya, mahasiswa yang seperti ini menjadi apatis, kehilangan kritis dan hanya mementingkan diri sendiri serta jauh dari esensi sebagai mahasiswa.
Kedua kelompok di atas memiliki argument dengan logika linearnya masing-masing yang pada dasarnya sukar dibantah jika melihat realitas yang terjadi.Â
Oleh sebab itu, tulisan ini tidak ingin mengintervensi lebih jauh pembaca untuk berorganisasi ataupun tidak, tetapi sebuah bentuk refleksi yang mengantarkan serta memberi pertimbangan apakah penting berorganisasi bagi mereka yang berstatus mahasiswa sekaligus memberi gambaran persoalan mendasar sebagai mahasiswa organisatoris. Melalui beberapa konsep serta pengalaman pribadi penulis turut memperkuat isi tulisan ini.
Mengenal Organisasi; mencari hakikat mahasiswa
Hal pertama yang dialami ketika menjadi mahasiswa baru ialah sikap narsis, gaya, gengsi serta eksistensi sebagai mahasiswa. Langkahan kaki yang diiringi doa dan harapan seolah dengan gagah mengantarkan kita ke masa depan yang cerah. Meskipun pada saat itu tanpa sadar bahwa akan banyak menelusuri jalan panjang menuju masa depan cerah sebagaimana yang diharapkan. Yang ada hanya kebanggan telah menjadi mahasiswa, titik sampai di sana.Â
Adanya perubahan ritme kehidupan yang dulu sebagai siswa dan sekarang telah menjadi mahasiswa, dulu memakai seragam sekarang berpakaian bebas serta perubahan lain yang menjadi kebanggan tersendiri bagi mereka. Hal ini mungkin saja dialami oleh hampir seluruh mahasiswa.Â