Mohon tunggu...
Danik Ratnawati
Danik Ratnawati Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Kamu adalah kamu dan aku adalah aku

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kalah Cinta dengan Anak SD

22 Agustus 2014   20:34 Diperbarui: 4 April 2017   18:06 12440
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kali ini gue mau cerita tentang pacaran. Yah, inilah gue. Gue mulai banyak menelaah dan memahami maksud dari pacaran itu sendiri. Maklum, gue punya murid-murid yang sedang dalam masa labil dan kebanyakan mendengarkan curhat mereka tentang pacaran atau sekedar menyukai lawan jenis. Gue pikir ini adalah masa yang telat buat gue untuk memahami maksud dari pacaran itu sendiri. Gue juga bingung, pas umur gue 17 tahun, gue ke mana aja?!

Namun, kali ini gue nggak mau bahas pacaran yang terlalu serius. Gue mau bahas pacarannya anak SD. Anak SD yang gue cap sebagai anak ingusan. Gue cerita di artikel ini karena gue terinspirasi sama mantan murid di les-lesan gue. Sebut saja, Lukas. Jujur, gue nggak ada niat mau jelek-jelekin murid gue. Gue hanya pengen sharing betapa lucunya apa yang di otaknya dia.

Lukas. Nama aslinya Lukas Arta Grasia. Dia masih kelas 2 SD. Gue nggak tahu pasti berapa umurnya, tapi untuk kelas 2 SD pasti sudah tergolong masih anak-anak banget. Kalau main juga pasti sebangsa dan sepenanggungan sama anak TK. Diantara semua murid yang pernah gue hadapi, asli gue jatuh cinta sama anak yang satu ini. Kejujurannya dan kepolosannya mampu membuat gue ngebongkar masa lalu gue. Dia sudah nganggap gue kayak teman curhat. Dia curhat kalau dia merokok, dia menyebutkan merek-merek rokok yang sudah dia jabanin, daan dia menyebutkan tempat-tempat dia merokok secara gamblang. Karena kejujurannya, gue sebagai calon guru nggak bisa ngelarang. Gue nggak akan bilang alasan nya gue nggak ngelarang dia merokok tapi gue punya persepsi sendiri yang nggak perlu kalian tahu mengapa gue seperti itu. Dia juga curhat mengenai masalah percintaannya dengan cewek yang namanya Santi.

Gue lupa bagaimana awal dia membuka obrolan tentang pacaran. “Kamu sudah punya pacar, Kas?” tanya gue nggak percaya. “Duwe” jawabnya sambil mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas. “Berapa?” tanyaku lagi. “Yo, sijilah. Jenenge Santi” jawabnya polos. Gue yang berasa budek cuma bisa berteriak dalam hati, gue jaman SD aja udah nggak ada yang mau. Gue pun langsung mikir yang aneh-aneh, caranya dia nembak gimana ya, caranya pacaran yang baik ala dia itu kayak gimana, dan bla bla bla. Gue harus belajar banyak dari dia. Siapa tahu pengalaman pacarannya dia bisa menjadi rumus buat gue punya saat pacar nanti.

“Aku suka sama Santi. Aku wis nembak cah’e. Cah’e arek Sobo, mbak” katanya. “Carane piye lhakmu nembak?” tanyaku tambah penasaran. “Yo, aku nyuwek kertas. Terus tak tulisi, aku I love you kamu. Kertas’e tak untel-untel, tak uncalne cah’e” jawabnya sambil menyeka keringatnya. “Lha terus balesane piye?” tanyaku lagi. “Aku juga!” sahutnya. Aku yang mendengar itu langsung tersenyum senang. Gila ya ini anak, sekali tembak langsung dijawab. Ini kisah cinta yang terlalu komedi di mata gue.

Dia pun mengeluarkan sebuah kotak kecil. Awalnya gue nggak tahu apa itu isinya. Dia memperlihatkan isi kotak itu. Sepasang cincin! Yang satunya merah dan satunya lagi berwarna biru muda. “Arep mbok gae opo wi?” tanyaku bodoh. “Yo tak kekno Santi tow. Ngko Santi sing abang, aku sing biru” jelasnya. So sweet.. Seumur-umur gue belum pernah diberi cincin dari cowok, meski hanya cincin mainan.

“Aku pinjem” kataku sambil mengulurkan tangan kananku. “Ojo mbok pek” sahutnya dengan sedikit ketus. “Ora..” timpalku. Dia memberikan sepasang cincin kepadaku. Cincinnya bagus. Yang merah ada tulisannya “umi” dan yang biru bertuliskan “abi”. Gila! Gue baru tahu kalau ada anak ingusan yang bisa romantis dan seromantis ini. “Besok cincinnya mau kukasihkan ke Santi” katanya. Gue hanya mengangguk & langsung iri. Kapan gue bisa kayak Santi? Masa gue kalah sama anak ingusan? Masa gue kalah sama Santi yang katanya Ibra (murid gue juga), si Santi itu kulitnya lebih hitam dari gue dan lebih jelek dari gue. Bahkan gue semakin tidak mengerti, sebenarnya yang kejiwaannya salah itu siapa. Lukas atau gue?

~ ~

Keesokan harinya, gue bertanya tentang misinya untuk memberikan cincin itu ke Santi. Entah kenapa, gue benar-benar penasaran kala itu. “Maeng aku wis nyiapne rencana. Aku bengine wis mikir, ngko pas wayah Santi ndek kelas nulis-nulis, cincin’e tak deleh kantong bar ngunu aku marani Santi. Aku jongkok, terus cincin’e tak kekne Santi” jelasnya. “Wis mbok kekne gung?” tanyaku lagi. “Yow is, tapi aku dijongkrokne eg mbek koncoku. Dadine malih gak romantis” jawabnya. Sungguh ini kisah cinta yang paling dramatis yang pernah gue dengar dari bibir cowok meski cowok itu di bawah umur. Jujur, gue suka lihat drama Korea yang romantis-romantis. Namun, semua itu nggak membuat gue kepikiran gue pengen cerita cinta gue seperti ini, gue pengen cerita cinta kayak gini, gue nggak kepikiran sama sekali. Gue benar-benar heran si Lukas bisa mikir sedrama itu juga dari siapa? Nggak mungkin kalau dia suka lihat drama Korea juga. Dia kan pernah bilang ke gue kalau dia suka nonton Spongebob setiap pagi.

“Aku sayang karo Santi. Aku emoh lhak putus karo Santi” sahutnya di depanku. Deg! Can you hear it again, again, and again? Sayang? Tuhan, mengapa anak sekecil dia bisa tahu rasa sayang? Santi sangat beruntung, Tuhan. Kapan aku bisa sangat beruntung seperti Santi? Jelaskan, Tuhan. Jelaskan padaku, kapankah itu?

Sebagai calon guru, gue mencoba menelaah lebih dalam. Gue mencoba untuk membuka sisi dewasa gue. Namun, yang ada gue tetap iri sama si Santi. Dia cerita terus tentang Santi. Jadi kesimpulannya, Santi itu teman sekelasnya dia. Dari apa yang dia ucapkan ke gue, gue pikir si Lukas memang sayang sama Santi. Santi juga tergolong beruntung karena bisa dapat cowok seganteng Lukas yang notabene Lukas itu adalah keturunan China. Gue bingung gimana cara yang tepat untuk jelaskan ke Lukas kalau dia tidak usah pacaran dulu. Gue bingung banget. Gue takut aja pas gue sudah jelaskan dengan sisi dewasa gue, eh si dianya malah nggak ngerti. Kan, guenya juga yang rempong.

Gue tahu banget si Lukas itu kayak apa. Dia memang doyan cerita secara gamblang ke gue. Tapi pas gue nasihati, nasihat gue nggak ada yang nyantol di otaknya. Gue yang ngajari dia tiap hari sampai kesal sendiri. Dia nggak mudah memahami suatu materi yang gue jelasin, tapi dia paham banget sama dunia rokok, pacaran dan porno. Gue sampai dikritik sama seorang murid gue, Dinda, yang bersekolah di sekolah agama Islam, kenapa gue tahan bisa ngajari si Lukas yang bicaranya suka jorok dan menjurus ke hal-hal yang berbau dewasa. Gue bilang aja, “harap maklum!”

~ ~

Seminggu kemudian, dia mulai cerita lagi tentang si Santi. “Maeng aku diboyak’i cah-cah eg” katanya langsung ke gue. “Lha nyapo?” tanyaku mulai memperhatikan. “Maeng Santi tak kek’i kembang. Aku jupuk nang pinggir dalan. Pas olahraga wi aku nyedeki Santi. Cah-cah’i gak ngerti. Kembange tak deleh mburiku tow. Bar ngono tak kekne Santi. Lha kok nuw pak Gatot wi eruh. Peh, diboyak’i aku. Bar tak kekne, aku langsung mlayu” jelasnya dari a sampai z. Aku benar-benar salut sama anak yang satu ini. Dia lebih hebat dari cowok yang naksir sama gue. Dia lebih macho dan gentle dari cowok yang gue suka selama ini. Meski gue menanggapinya dengan gelak tawa, tetap saja dia hebat dan jantan.

~ ~

Beberapa hari setelah dia memberikan bunga ke Santi. Gue mendapat berita duka dari dia. Dia galau karena Santi. Ya, Santi mutusin dia. Gue sih Alhamdulillah saja karena itu tandanya do’a gue biar dia cepat putus telah terkabul. Namun, gue jadi semakin iba sama dia. Dia galau layaknya kita-kita yang galau karena cinta. “Peh, atiku loro eg, mbak” katanya sambil menyetuh dada kirinya. Aku mulai bertanya pelan-pelan agar tidak menyinggung perasaanya, “kamu diputusin gimana?”

“Aku maeng dikek’i surat mbe Santi. Iki lho surat’e” katanya sambil memberikan sebuah lipatan kertas. Gue lihat isinya dan ini: KITA PUTUS

Gue langsung menghibur si Lukas. Gue nggak maksa dia untuk belajar. Gue nunggu dia sampai dia benar-benar segar lagi. “Ya udah, yang sabar aja. Nanti pasti dapat yang lebih cantik dari dia” kataku yang mulai sok dewasa. Asli, gue nggak mau Lukas dapat yang lebih baik atau lebih buruk dari Santi karena gue belum setuju kalau dia pacaran kala SD. Dia langsung sedih banget, “masalah’e aku jek tenanan sayang karo Santi”. Gue yang dengar kalimatnya itu langsung berkaca-kaca. Ya Tuhan, kapan gue bisa dapat cowok yang berusaha mempertahankan gue saat gue putusin? Kapan gue dapat cowok yang setia kayak Lukas?

“Bar dhe’e ngirim surat kuwi, dhe’e langsung tak parani. Tak takok’i, nyapo kok putus. Dhe’e mek meneng tok. Tak kejar terus, dhe’e malah adoh. Peh, loro atiku” katanya dengan hati yang sedih. Gue nggak bisa apa-apa dan gue ngerasa menyesal saja karena do’akan dia putus sama Santi. Gue sejak dulu yakin, do’a gue itu gampang dikabulin. Makanya kali ini, gue merasa bersalah dengan romansa cintanya Lukas.

Dia pun mengeluarkan sebuah botol Aqua kosong dan dia menyobek kertas yang sudah ada tulisannya. “Itu buat apa?” tanyaku yang mulai tak mengerti. “Kertas’e iki arep tak lebokne kene” katanya dia sambil melipat kertas sobekan tadi. Dia pun mengeluarkan sepasang cincin abi & umi. Gue tanya lagi, “kok cincinnya masih ada di kamu?”

Dia langsung menyahut dengan wajah yang masih sedih, “cincin’e iki maeng dibalekno karo Santi”. Aku tambah iba lagi. Dia pun membuka tutup botol Aqua itu dan memasukkan kertas beserta cincin itu. Gue melongo doang dan nggak mampu bertanya-tanya lagi. “Iki botol sesuk arep tak guwak nang banyu. Tak kintirne. Iki bukti lhak aku sayang karo Santi” jelasnya padaku. Gue berasa pengen nangis Bombay. Sumpah, gue baru lihat kisah cinta anak SD sedramatis dan seromantis ini. Gue terasa kalah dari pemikiran tentang cinta, gue terasa kalah dari sisi pendewasaan, gue terasa kalah sama dia yang mudah mendapatkan orang untuk tetap berada di sampingnya, gue terasa kalah soal perjuangan & pembuktian cinta, dan intinya gue kalah sama dia.

Cerita ini nyata, fakta, dan sesuai dengan realita. Kesokan harinya itu pun, dia bercerita kalau botolnya sudah dibuang ke sungai dekat sekolahnya dia. Gue pun pengen dia balik move-on lagi. Kakak gue pernah dengar curhatnya si Lukas juga. Gue sudah lupa siapa saja yang pernah dia jadikan curhat tentang Santi.

Untuk kamu yang belum nikah dan punya adik SD atau SMP, bantu orang tuamu untuk mengawasi adikmu. Orang tua nggak selamanya tahu lebih dulu. Jaman sekarang sudah beda sama yang dulu. Cari cara yang tepat agar adikmu merasa nyaman saat kamu awasi. Untuk kamu yang sudah jadi ibu, please save your child now. Beri dia ilmu tentang anak kecil itu harus seperti apa. Jangan dibiasakan dewasa terlalu cepat. Ikuti arus global yang mulai berlari dengan pesat agar kamu bisa mengawasi anakmu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun