Mohon tunggu...
Dani Hestina
Dani Hestina Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Kadang hidup perlu ditertawakan yaa....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kita Terlambat Bertemu

20 Februari 2018   18:13 Diperbarui: 20 Februari 2018   18:17 1035
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Tapi Vin. Dia udah punya istri, tambah lagi, dua anak. Lo harus sadari kenyataan itu. Dia nggak mungkin datang ke elo cuma buat menuhin mimpi-mimpi remaja labil seusia lo,"

Aku diam menatap Dian yang berbicara panjang lebar seperti pertemuan-pertemuan kami sebelumnya. Remaja labil? Enak saja, sembilan belas tahun kurasa usiaku sudah cukup dewasa. 

"Sekarang gini deh,"

 Kutatap Dian yang mulai berbicara lagi, "Seandainya pun lelaki itu datang ke elo, terus elo terima, dan kalian berdua memutuskan bersama, apa yang akan terjadi dengan istri dan anak-anaknya? Lo sama aja ngerusak hidup orang lain, ngerusak mimpi-mimpi tentang keluarga seorang istri yang dia bangun dengan suaminya. Dan gue yakin, kebahagiaan nggak akan pernah bisa di dapet dengan cara seperti itu. Lo jadi orang yang udah ngerusak rumah tangga orang lain, dan lo akan dihantui perasaan bersalah dalam hidup lo. Lo pikir lo bisa bahagia setelah itu? Kebahagiaan nggak bisa hadir cuma dari satu sumber aja Vin,"

Kafe hujan malam itu lengang, membuat tepi-tepi hatiku terasa semakin sepi. Memang, rasa suka dan nyaman yang tumbuh setiap hari menghadirkan rasa ingin memiliki. Membuat 'jika saja' hari-hari bersamanya selalu hadir dalam mimpi. Ya Tuhan, apa yang harus kulakukan? Apakah ini salahku jika semua hal manis itu membuatku jatuh cinta? Apakah salah jalanku jika takdir membawaku mengenal dirinya? Aku termenung mencerna kata-kata Dian. 

Entah mengapa ada yang berbeda dari pertemuanku dengan Dian kali ini. Kebahagiaan tidak pernah bisa di dapatkan dengan cara-cara buruk, ya, tentu saja. Mataku mendadak panas, menyesali takdir, mengapa Tuhan tidak mempertemukanku dengan Lelaki itu jauh sebelum ia menikah? Mengapa aku bertemu dengannya setelah ia menikah? Mengapa takdir milik lelaki itu tidak membuatnya menungguku sampai beberapa tahun lagi? 

Pertanyaan konyol. Hatiku jatuh ke dasar sebuah harapan bermula, lucu sekali aku menginginkan sebuah kesempatan memiliki. Bukankah perkenalan kami bahkan belum menyentuh 365 hari, dan bisa-bisanya aku jatuh cinta dan menyalahkan takdir hidup lelaki itu. 

Jadi apakah setelah hari ini aku harus melupakannya?

"Lupakan saja lelaki itu Vin, kaya nggak ada cowok lain aja,"

***

Aku penah belajar bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dalam mata pelajaran sosiologi di bangku SMA, tiga tahun lalu, dijelaskan bahwa manusia tidak pernah bisa hidup sendiri. Ia senantiasa membutuhkan bantuan dan harus hidup berdampingan dengan orang lain. Itu artinya sebuah kebahagiaan pun tidak bisa didapatkan tanpa melibatkan orang lain. Ya, hari ini adalah hari-hari setelah perenungan panjang. Selepas pertemuan kali terakhir dengan Dian di kafe itu, aku mulai banyak memahami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun