Dalam beberapa kesempatan, penulis melakukan studi observasi melalui wawancara secara langsung terhadap pelajar atau peserta didik yang ada di Kabupaten Rejang Lebong, hasilnya membuktikan bahwa peserta didik di Provinsi Bengkulu kurang memahami inovasi yang dihadirkan oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Riset Teknologi yakni merdeka belajar.Â
Adapun aspek yang mempengaruhinya yakni dari segi keterbukaan dan transparasi informasi dari pengajar atau tenaga pendidik, segi iklim sosial yang kurang mendukung hingga segi efektifitas pembelajaran mengingat peserta didik masih sangat sulit membagi waktunya.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses Pelaksanaan Pembelajaran, yang meliputi perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pemantauan hasil pembelajaran.Â
Belajar adalah proses interaksi antara pendidik dan peserta didik, agar siswa dapat berinteraksi secara optimal dengan guru dan sumber belajar lainnya untuk mencapai tujuan belajar, maka kegiatan pembelajaran perlu dikelola dengan baik.Â
Manajemen pembelajaran yang dimaksud adalah teknik yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya kelas untuk mendukung kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.Â
Manajemen pembelajaran juga diartikan sebagai upaya seorang pendidik untuk menciptakan, mengendalikan, dan memulihkan kondisi pembelajaran jika terjadi kerancuan atau penyimpangan untuk mengoptimalkan proses pembelajaran  (Direktorat Pembinaan SMK, 2008).
Akses dari merdeka belajar tentunya dipastikan mampu menggapai seluruh elemen diberbagai jenjang pendidikan di Indonesia. Namun faktanya, 7 dari 10 sekolah yang dijadikan sampel penulis dalam melakukan observasi belum memahami sepenuhnya konsep dari merdeka belajar, sehingga sekolah -- sekolah tersebut hanya sekedar "mengikuti" program tanpa ada optimalisasi dari kegiatan yang seyogyanya dapat berjalan efektif dan efisien.
Analisis penerapan konsep pemikiran pendidikan dan kebudayaan perspektif George S Counts pada merdeka belajar di rejang Lebong
Salah satu tragedi terbesar dari masyarakat kontemporer menurut terletak pada kenyataan bahwa anak menjadi semakin terisolasi dari kegiatan serius orang dewasa (Counts, 1932).Â
Jika ditarik sebuah makna relevansi tentu hal tersebut menggambarkan bahwa peserta didik semakin terbelenggu dengan adanya aturan -- aturan otonom yang dibuat sekolah bahkan di era masuknya merdeka belajar di kalangan pendidikan Indonesia ini semakin mengkhawatirkan, pasalnya dengan sistem dan inovasi yang belum siap untuk dilaksanakan disetiap daerah dimana contohnya Kabupaten Rejang Lebong, dan diantara ketidak siapan dan kejanggalan yang terjadi terdapat oknum yang memanfaatkan situasi sehingga Merdeka Belajar dijadikan sebagai tameng untuk melakukan pembenaran terhadap berbagai hal, tentu yang sangat mengkhawatirkan adalah dimana ketika sistem pendidikan gagal membentuk dan membekali manusia baik dari segi kognitif maupun perilaku dalam menghadapi tantangan di era globalisasi.