Banner di depan gedung TAMAN BUDAYA YOGYAKARTA, bertuliskan dengan bahasa Jawa: Seni Agawe Santosa yang artinya: seni membuat kesejahteraan
Bagaimana jika kota Yogyakarta dijadikan semacam galeri raksasa? Inilah yang terjadi pada
tanggal 10 Desember 2009 - 10 Januari 2010. Berbagai aktifitas seni rupa dipajang di
berbagai penjuru kota Yogyakarta.Pada acara yang diadakan 2 tahun sekali ini, kali ini
bertajuk Jogja Jamming: Art Movement Archives, yaitu memberikan semacam kaleidoskop seni
dari era 1940-2000an. Dimana pembeberan arsipnya berupa gelaran para perupa di seputaran
Kota Yogyakarta, dengan tema yang bermacam-macam pula.
Tirai masuk gedung TAMAN BUDAYA YOGYAKARTA: Di depan gedung, terdapat tirai yang terbuat dari beramacam-mcam logam, dari baut, sampai yang berbentuk manusia.
Sampai saat ini, dari info yang saya terima, tempat gelarannya ada di Gedung Taman BUdaya
Yogyakarta (Utara Taman Pintar/Shopping Centre), Maliobro, dan Gedung BI. Sementara ini saya
yang sudah lihat berada di sana. Di dekat Air mancur Kleringan (arah Malioboro) juga ada
beberapa kincir angklung dipasang. Dari sumber lain Jogja National Museum juga ada gelaran
sama, tetapi saya belum melihatnya sendiri.
Tampak luar gedung: di sebelah kiri ada mobil pickup milik orkes SINTEN REMEN (Djaduk Feriyanto) sedang mempersiapkan peralatannya untuk acara pembukaan.
Saya tiba di Taman Budaya pada hari Jumat 11 Desember 2009 jam 09.00 pagi dimana gedung yang
dipakai ini belum dibuka untuk umum. Saya hadir untuk memotret karya perupa Hedi Hariyanto,
untuk mendokumentasikan karyanya. Sebelum masuk ke dalam saya sempat memotret dekorasi depan
gedung yang super artistik. Dimana pitu luar digantungi ratusan baut dan sosok manusia dari
logam. Setelah memuaskan mata, saya mencari Hedi. Pagi itu Hedi datang bersama temannya Awan
Simatupang (perupa dari Jakarta) yang khusus hadir untuk menyaksikan BIENNALE JOGJA X ini.
Bagi Awang gelaran ini sangat penting untuk bertemu dengan komunitas perupa dan juga semacam
brainstorming, sekaligus menikmati karya-karya sesama perupa.
Pematung Hedi Hariyanto menyemprotkan air untuk menumbuhkan biji kacang hijau yang disebar di tanah/media tanam yang ditebarkan di sekeliling obyek utama. Diharapkan biji kacang hijau akan tumbuh selama pameran berlangsung.
Memasuki dalam gedung saya segera memotret tujuan utama saya, karya Hedi, yang berjudul
RUMAH KITA. Terbuat dari MDF, kaca/gelas, tanah/pupuk, air, dan berbagai macam benda (bahkan
mahluk hidup, karena di dalam karyanya terdapat ikan yang dimasukkan di dalam aquarium),
karya Hedi diinspirasikan oleh pesona dunia digital, dimana manusia terkurung di dalam
sangkar digitalnya masing-masing. Angka-angka melambangkan digitalisasi kehidupan manusia.
penampakan utuh karya Hedi Hariyanto, berjudul RUMAH KITA
Setelah selesai memotret, ditemani Hedi dan Awang saya berkeliling di pameran.
Jarang sekali saya punya backstage pass untuk pameran seperti ini (thank's 4 bro Hedi) beda rasanya,
apalagi ditemani teman yang memang perupa. Sungguh pengalaman yang berbeda. Karya-karya yang
dipamerkan kebanyakan lukisan modern dan instalasi.
karya ini dikelilinghi kain putih di sekelilingnya, sebagai batas atmosfer karya.
Semua bagus dan bercita rasa tinggi.
Bisa kita lihat dari foto-foto yang menyertai tulisan ini.
Ada satu lukisan yang ditutup kain goni, karya ALi Umar, yang baru pertama kalinya diundang
di BIENNALE JOGJA ini. Dari bisik-bisik beberapa orang, karyanya berupa tulisan, "TERIMA
KASIH TELAH DIUNDANG KE BIENNALE" atau tulisan semacam itu.
karya ALI UMAR berjudul TERIMA KASIH, masih tertutup kain goni.
Sebuah kejutan kecil dari Ali
Umar rupanya. Sayangnya, sampai saat tulisan ini dibuat, saya belum sempat ke Taman Budaya
untuk mengklarifikasi bisik-bisik tersebut.
Bagi saya sendiri, ini adalah suatu hiburan, rekreasi mata dan otak, dimana saya bisa
berfikir dan menikmati karya-karya seni "BARU" bukan melulu seni sebagai seni saja. Di sini
seni sebagai kritik, sebagai ajakan berfikir, ajakan menikmati, ajakan bermimpi, meneropong,
dan membiarkan otak berlayar di batas-batas keindahan dan bahkan kritikan dari seni itu
sendiri. Saling ejek dengan karya antar seniman, menimbulkan kerinduan tersendiri untuk
berkarya, dan kita bisa melihat karya yang nakal, yang sarkastis, yang buram, yang kadang
tidak pernah terpikirkan bahwa karya seperti ini akan dibuat.
Buat yang punya waktu, mengingat jangka waktunya masih sampai 10 Januari 2010, luangkanlah
waktu, jika tidak punya waktu ke gedungnya, silakan duduk di depan gedung BI dan melihat
karya perupa disana. Nikmatilah seni, sesuai kodrat kita sebagai manusia berseni dan
berkebudayaan.
beberapa karya yang dipamerkan
beberapa karya yang dipamerkan
beberapa karya yang dipamerkan (ini adalah periskop, jika kita lihat maka tiap periskop akan menghadirkan diorama yang berbeda-beda)
beberapa karya lukis yang dipamerkan
beberapa karya yang dipamerkan
beberapa karya yang dipamerkan
[caption id="attachment_37051" align="aligncenter" width="500" caption="beberapa karya yang dipamerkan: menariknya, ini dibuat dengan semacam karton/kertas."][/caption]
[caption id="attachment_37052" align="aligncenter" width="500" caption="ini juga terbuat dari kertas/karton."][/caption]
[caption id="attachment_37053" align="aligncenter" width="500" caption="karya I MADE WIDYA DIPUTRA judulnya bikin tersenyum "POST POWER SYNDROME""][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H