Mohon tunggu...
Daniel Simarmata
Daniel Simarmata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa FIlsafat Keilahian.

Penulis Merupakan lulusan Filsafat Keilahian dari salah satu Universitas Swasta yang ada di Yogyakarta. Penulis mempunyai ketertarikan terhadap relasi antara orang tua dengan anak, terlebih kesehatan mental pada diri anak dan pendidikan karakter anak.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Rusaknya Keindahan Alam oleh Ulah Manusia

21 Desember 2021   21:24 Diperbarui: 21 Desember 2021   21:40 499
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Pendahuluan

Pulau pahawang berada di Kecamatan Punduh Pidada, Kabupaten Pesawaran, Provinsi lampung. Pulau ini merupakan salah satu destinasi wisata yang paling digemari di Lampung. Di pulau ini, pengunjung disuguhkan dengan keindahan pulau Pahawang yang begitu indah dengan menikmati suasana khas pantai yang segar, sunrise dan sunset, ataupun melihat-lihat flora dan fauna khas hutan mangrove. Hal yang paling menarik dari pulau ini adalah keindahan alam bawah lautnya yang begitu mempesona yang dapat dilihat dengan cara snorkeling atau diving.

Keindahan bawah laut di Pulau Pahawang merupakan surga tersembunyi di Lampung Selatan. Kalimat ini menggambarkan betapa mempesonanya pemandangan bawah laut yang dapat dinikmati di Pulau Pahawang ini. Tetapi hal ini, bertolak belakang dengan pengalaman dari salah seorang dari anggota penulis kami yang mengunjunginya pada bulan Agustus tahun lalu dan melihat keadaan bawah laut di pulau Pahawang secara langsung.

Ternyata, pada kenyataannya keindahan bawah laut di Pulau Pahawang ini di luar ekspektasi, terumbu karang yang sudah mulai rusak yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Hal inilah, yang menjadi motivasi bagi penulis kami untuk menganalisa kerusakan terumbu karang yang terjadi di pulau Pahawang ini. Ketika Penulis berkunjung pada saat itu bertanya secara langsung kepada salah seorang tour guide, apa yang terjadi pada terumbu karang di Pulau Pahawang ini.

 Lalu ia menjawab, bahwa kerusakan terumbu karang di Pulau Pahawang ini karena kelalaian para pengelola wisata yang secara leluasa memberikan fasilitas "kaki katak" kepada wisatawan, alat itu memiliki fungsi sebagai alat bantu bagi wisatawan untuk snorkling. Pemakaian kaki katak dapat merusak terumbu karang, jika berulang-ulang kali berbenturan dengan terumbu karang, apalagi tidak semua wisatawan memiliki wawasan tentang penggunaan kaki katak yang benar, agar tidak mengganggu terumbu karang yang ada di bawah laut

Faktor kedua yang menyebabkan kerusakan pada terumbu karang adalah sampah. Distribusi sampah yang berada di bawah laut pulau Pahawang dihasilkan oleh kegiatan masyarakat sekitar daerah, aktivitas wisata dan ada juga yang terbawa arus dari tempat lain, sampah yang terbawa arus biasanya disebabkan oleh perubahan arah angin dan pergantian musim. kategori logam yang ditemukan berjenis kaleng bekas susu kental manis dan patahan besi jangkar. Sampah laut kategori kain yang ditemukan berupa pakaian anak.

Sampah yang ada di dasar laut ini, dapat merusak terumbu karang yang di dalamnya. Keberadaan sampah di laut tidak hanya mencemari kualitas perairan namun memiliki dampak negatif terhadap ekosistem laut, makro plastik yang terurai akan berubah menjadi mikroplastik yang dapat menjadi salah satu sumber makanan dan masuk kedalam jaringan mesenterium terumbu karang. Dan Kematian pada terumbu karang rata-rata bentuk dan struktur terumbu karang hancur atau patah secara permanen. Jika hal ini terus dibiarkan akan menjadi malapetaka bagi masyarakat itu sendiri, karena sebahagian besar dari masyarakat yang ada di Pulau Pahawang bermata pencaharian pada pengelolaan wisata ini.

Bila terumbu karang akan semakin rusak, maka akan berkurang wisatawan yang akan berkunjung ke Pulau Pahawang, karena keindahannya yang tidak menjanjikan lagi. Maka, sebahagian masyarakat akan kehilangan dari matapencahariaannya dan juga dapat mengganggu perekonomian bagi masyarakat Pulau Pahawang sendiri.

Manusia dan Kerusakan Terumbu Karang.

Pada bagian ini penulis akan menunjukan dua faktor bagaimana manusia sebagai aktor utama memicu terjadinya kerusakan pada terumbu karang. Pertama adalah aktifitas diving sebagaimana yang sudah dijelaskan di pendahulan terumbu karang sebagai gudang makanan yang produktif untuk perikanan, tempat pemijahan, bertelur, dan mencari makan berbagai biota laut. Selain itu, ekosistem terumbu karang merupakan salah satu sistem kehidupan yang majemuk dan khas daerah tropis yang mempunyai produktifitas, serta keanekaragaman yang tinggi. 

Namun keindahan dan ekosistem ini, sering kali dirusak oleh manusia dengan aktifitas diving. Penyebab rusaknya ekosistem bawah laut yang kini turut menyita perhatian adalah aktivitas snorkeling dan diving yang menyalahi aturan. Aktivitas snorkeling dan diving umumnya hanya bisa dilakukan bagi mereka yang sudah memiliki license khusus sesuai dengan tingkat kedalaman air.

Bagi para pemula yang ingin tetap mencoba sensasi snorkeling untuk melihat ekosistem bawah laut, umumnya diharuskan memakai vest atau rompi pelampung yang akan membantunya tetap mengambang di permukaan agar tidak menginjak-injak terumbu karang di bawahnya apabila tenggelam. Sayangnya, banyak pengunjung yang menghiraukan intruksi ini

Seiring waktu, kekayaan alam yang melimpah ini pun mulai dieksploitasi secara berlebihan. Banyak pemilik modal maupun masyarakat setempat yang memanfaatkan kecantikan terumbu karang untuk mendirikan pusat-pusat penyelaman, restoran dan penginapan, sehingga pendapatan mereka bertambah. Ironisnya, demi mengejar keuntungan,banyak oknum membiarkan pengunjung yang tidak memiliki basic teknik berenang ataupun diving skill untuk melakukan aktivitas snorkeling ataupun diving. Hasilnya, terumbu karang pun banyak yang rusak akibat terinjak-injak bahkan patah akibat kayuhan fins (kaki katak) yang tidak benar.

Faktor kedua adalah sampah, jenis-jenis sampah mengotori laut adalah popok sekali pakai (pospak), pembalut wanita, kantong plastik, kemasan makanan, sedotan plastik, gelas minuman yang terbuat dari plastik, kemasan sampo aneka merek, hingga kampil atau karung beras. Semua sampah-sampah plastik ini sangat tidak baik untuk terumbu karang karena mengganggu siklus hidupnya. Sebuah penelitian yang dipublikasikan dalam majalah Science tahun 2018, peneliti terumbu karang Universitas Hasanuddin, Makassar Jamaluddin Jompa mengatakan terumbu karang yang tertutup oleh plastik bisa mati karena tidak mendapatkan sinar matahari untuk bertumbuh. Selain itu, karang lainnya akan terinfeksi oleh karang yang mati akibat tertutup plastik. Adapun penyakit karang lainnya yakni pemutihan (bleaching), sabuk hitam (black band disease) dan sabuk putih (white band disease).

Interpretasi dan Aksi

Pada bagian ini, penulis kami akan menggunakan teori antroposentris yang bertujuan untuk menganalisa kerusakan terumbu karang di Pulau Pahawang, Lampung. Teori antroposentris, bersumber atau bertitik tolak dari etika yang menekankan bahwa manusia merupakan sentral atau pusat dari segala sesuatu, maka manusia tidak hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri melainkan manusia juga harus mengutamakan kelestarian ataupun kepentingan dari alam itu sendiri. 

  Manusia harus menyingkirkan segala kepentingannya untuk menjaga kelestarian alam (kepentingan estetis), baik kepentingan ekonomi, sosial dan lain-lain, karena teori ini juga mengutamakan kepentingan bagi generasi penerus. Hal ini yang harus dijadikan acuan bagi manusia untuk tetap menjaga alam bagi generasi-generasi berikutnya. Hal ini juga dapat dikaitkan dengan egoisme, manusia harus menjauhi sifat egoism untuk merusak alam demi keberlangsungan hidup bagi generasi berikutnya. Pada sebuah buku yang ditulis oleh Celia Deane, dan diterjemahkan oleh Robert P. Borong yang berjudul "Teologi dan Ekologi", ada argumen bahwa kekristenan itu bersifat antroposentris.

Berikut dua argumen yang membuktikan bahwa kekristenan memiliki sifat yang antroposentris. Yang pertama, bahwa manusia diciptakan segambar dengan Allah, yang memiliki hubungan unik dengan Allah yang memberikan tanggungjawab khusus bagi manusia untuk merawat dan menjaga ciptaan-Nya. Lalu yang kedua, Allah memerintahkan dan memberi kepada manusia untuk menguasai dan juga mengelola bumi, maka manusia harus mempertanggungjawabkan tugas tersebut, karena kalau manusia gagal dalam melakukan hal tersebut maka manusia gagal dalam menjalankan mandate tersebut.

Kerusakan terumbu karang di Pulau Pahawang sedikitnya telah memberi tamparan keras terhadap tindakan manusia yang ternyata selama ini telah sangat merugikan alam. Manusia cenderung merasa bahwa dirinya sebagai superior terhadap alam, sehingga segala tindakan yang 'brutal' menjadi legal untuk dilakukan terhadap alam. 

Hal ini sejalan dengan etika ekologi dangkal yang dikemukakan Borrong, bahwa etika ekologi dangkal atau etika antroposentris menekankan bahwa manusia adalah segala sesuatu, dan lingkungan hidup mempunyai makna hanya untuk kepentingan manusia.Banyak faktor yang membuat manusia bertindak secara 'brutal' dan menekankan dirinya kepada etika antroposentris terhadap alam, baik karena manusia melakukan sebuah pelarian atau kompensasi atas ketidakberdayaan manusia maupun Cara manusia untuk memenuhi butuhkan hidupnya dengan menggali kepada alam 

Melihat hal itu, seperti yang dikatakan di bagian sebelumnya bahwa karena tindakan manusia yang 'brutal' membuat dampak kerusakan alam semakin menjadi-jadi. Restorasi alam khususnya dalam hal ini restorasi terumbu karang di Pulau Pahawang menjadi salah satu jalan keluar yang paling dibutuhkan oleh Pulau ini, demi menyelamatkan ekosistem laut. 

Restorasi sendiri adalah tindakan untuk membawa ekosistem yang telah ter-gradasi kembali menjadi semirip mungkin dengan kondisi aslinya. Dengan kegiatan restorasi ini, pengelola dan masyarakat Pulau Pahawang berharap akan ada peningkatan kualitas terumbu karang dan pengembalian biota laut dalam keadaan semula dapat berjalan dengan sebagaimana mestinya. 

Meskipun, rasanya proses restorasi yang dilakukan oleh berbagai pihak tidak dapat berjalan dengan cepat, sebab seperti yang diketahui bersama, bahwa pertumbuhan terumbu karang memakan proses yang panjang untuk menjadikan terumbu karang yang siap dihuni oleh biota laut. Penyelamatan terumbu karang di Pulau Pahawang juga telah dilakukan oleh 5 penyelam dari Komunitas Karya Wisata Pahawang (KWP) dan Penulis Sadar Wisata (POKDARWIS) dengan melakukan transplantasi terumbu karang di perairan sekitar Pulau Pahawang. Transplantasi (Propagasi) terumbu karang yang dilakukan oleh komunitas ini bertujuan untuk merehabilitasi ekosistem terumbu karang dengan melakukan metode konkrit yaitu tipe meja dan piramis dengan sistem transplantasi.

Restorasi dan transplantasi yang dilakukan oleh berbagai pihak menyadarkan bahwa etika antroposentris telah perlahan disingkirkan dari diri manusia, meskipun tidak semua manusia memiliki kemauan yang sama dalam upaya menyingkirkan etika ini. Seperti yang dikatakan oleh Borrong, bahwa manusia seharusnya secara praktis memerankan peran pertanggungjawaban atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya dalam prilaku yang seimbang terhadap alam, yaitu dengan memanfaatkan dan juga memelihara. Citra yang telah Allah percayakan kepada manusia untuk menguasai, pengelola, memanfaatkan dan memelihara segala ciptaan Allah seharusnya telah menjadi konsep berpikir yang mulai ditanamkan dalam diri manusia, agar masalah kerusakan ekologi seperti di Pulau Pahawang tidak kembali terjadi.  

  Keseimbangan antara alam dan manusia, sudah sepatutnya menjadi kewajiban bagi setiap insan dalam menjaga keharmonisasiannya. Tentunya, diperlukan kesadaran serta perhatian penuh dari setiap individu untuk melaksanakan pemberdayaan ini. Fenomena yang terjadi di Pulau Pahawang telah merusak keseimbangan yang ada antara alam dan umat manusia itu sendiri. Terumbu karang yang ada merupakan habitat dari begitu banyak biota laut di daerah Pulau Pahawang. Namun sangat disayangkan, pada saat ini umat manusia telah melakukan perusakan terhadap habitat tersebut, karena adanya kepentingan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dari dalam diri manusia agar memiliki batasan yang wajar dalam upaya melakukan eksploitasi alam tersebut.  

 

Sumber:

Buku:

Borrong, Robert. 1999. Etika Bumi Baru. Jakarta: BKP Gunung Mulia.

Drummond, Celia Deane. 1999. Teologi& Ekologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.

Singgih, Emanuel Gerrit. 2021. Pengantar Teologi Ekologi. Yogyakarta: Kanisius.

Internet. 

Alfrira Azzahra, Aktifitas Snorkelling dan Diving Mengancam Kerusakan Terumbu Karang, dalam Kompasiana https://www.kompasiana.com/hizkiachristy/54f3df33745513792b6c8134/aktivitas-snorkelling-dan-diving-mengancam-kerusakan-terumbu-karang

Barimeter Ekonomi dan Pariwisata, Lima Penyelam KWP Lakukan Transplantasi Terumbu Karang di Laut Pahawang, dalam http://lampungbarometer.id/lima-penyelam-kwp-lakukan-transplantasi-terumbu-karang-di-laut-kalangan-pahawang/

Barimeter Ekonomi dan Pariwisata, Lima Penyelam KWP Lakukan Transplantasi Terumbu Karang di Laut Pahawang, dalam http://lampungbarometer.id/lima-penyelam-kwp-lakukan-transplantasi-terumbu-karang-di-laut-kalangan-pahawang/

Fakultas Perikanan Universitas Lampung, "Restorasi Ekosistem Terumbu Karang di Pulau Pahawang", dalam Berita http://perikanan.fp.unila.ac.id/2015/06/13/restorasi-ekosistem-terumbu-karang-di-pulau-pahawang/

Fatha Anissi, "Wisata Pulau Pahawang, Surga Bawah Laut Tersembunyi di Lampung Selatan", Dalam https://travel.okezone.com/read/2021/04/05/408/2389729/wisata-pulau-pahawang-surga-bawah-laut-tersembunyi-di-lampung-selatan 

Feny Herawati, Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Akibat Ulah Manusia, dalam https://www.riautime.com/news/detail/2249/kerusakan-ekosistem-terumbu-karang-akibat-aktivitas-manusia

Mutiara Ramadhani, Sampah Plastik Merusak Ekosistem Terumbu Karang Bali, dalam News https://www.republika.co.id/berita/nasional/daerah/18/11/22/pildnu335-sampah-plastik-rusak-ekosistem-terumbu-karang-bali

Netty Dahlar, dkk, Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Manusia Pada Ekosistem Terumbu Karang, Majalah Geografi Indonesa 30(01) , (Marer 2016), 88.

Rinaldi dwi Putra, 2019. "DISTRIBUSI JENIS SAMPAH LAUT TERHADAP EKOSISTEM TERUMBU KARANG SERTA HUBUNGAN DENGAN KUALITAS PERAIRAN DI PULAU PAHAWANG BESAR LAMPUNG", dalam Skripsi di Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung

Winda Ayu Larasati, Sampah Plastik Bisa Membunuh Terumbu Karang, dalam BERITA SATU https://www.beritasatu.com/nasional/580420/sampah-plastik-juga-bisa-membunuh-terumbu-karang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun