Meskipun, rasanya proses restorasi yang dilakukan oleh berbagai pihak tidak dapat berjalan dengan cepat, sebab seperti yang diketahui bersama, bahwa pertumbuhan terumbu karang memakan proses yang panjang untuk menjadikan terumbu karang yang siap dihuni oleh biota laut. Penyelamatan terumbu karang di Pulau Pahawang juga telah dilakukan oleh 5 penyelam dari Komunitas Karya Wisata Pahawang (KWP) dan Penulis Sadar Wisata (POKDARWIS) dengan melakukan transplantasi terumbu karang di perairan sekitar Pulau Pahawang. Transplantasi (Propagasi) terumbu karang yang dilakukan oleh komunitas ini bertujuan untuk merehabilitasi ekosistem terumbu karang dengan melakukan metode konkrit yaitu tipe meja dan piramis dengan sistem transplantasi.
Restorasi dan transplantasi yang dilakukan oleh berbagai pihak menyadarkan bahwa etika antroposentris telah perlahan disingkirkan dari diri manusia, meskipun tidak semua manusia memiliki kemauan yang sama dalam upaya menyingkirkan etika ini. Seperti yang dikatakan oleh Borrong, bahwa manusia seharusnya secara praktis memerankan peran pertanggungjawaban atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya dalam prilaku yang seimbang terhadap alam, yaitu dengan memanfaatkan dan juga memelihara. Citra yang telah Allah percayakan kepada manusia untuk menguasai, pengelola, memanfaatkan dan memelihara segala ciptaan Allah seharusnya telah menjadi konsep berpikir yang mulai ditanamkan dalam diri manusia, agar masalah kerusakan ekologi seperti di Pulau Pahawang tidak kembali terjadi. Â
 Keseimbangan antara alam dan manusia, sudah sepatutnya menjadi kewajiban bagi setiap insan dalam menjaga keharmonisasiannya. Tentunya, diperlukan kesadaran serta perhatian penuh dari setiap individu untuk melaksanakan pemberdayaan ini. Fenomena yang terjadi di Pulau Pahawang telah merusak keseimbangan yang ada antara alam dan umat manusia itu sendiri. Terumbu karang yang ada merupakan habitat dari begitu banyak biota laut di daerah Pulau Pahawang. Namun sangat disayangkan, pada saat ini umat manusia telah melakukan perusakan terhadap habitat tersebut, karena adanya kepentingan yang ingin dicapai. Oleh karena itu, diperlukan kesadaran dari dalam diri manusia agar memiliki batasan yang wajar dalam upaya melakukan eksploitasi alam tersebut. Â
Â
Sumber:
Buku:
Borrong, Robert. 1999. Etika Bumi Baru. Jakarta: BKP Gunung Mulia.
Drummond, Celia Deane. 1999. Teologi& Ekologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Singgih, Emanuel Gerrit. 2021. Pengantar Teologi Ekologi. Yogyakarta: Kanisius.
Internet.Â
Alfrira Azzahra, Aktifitas Snorkelling dan Diving Mengancam Kerusakan Terumbu Karang, dalam Kompasiana https://www.kompasiana.com/hizkiachristy/54f3df33745513792b6c8134/aktivitas-snorkelling-dan-diving-mengancam-kerusakan-terumbu-karang