Mohon tunggu...
Daniel Pareaktua Putra
Daniel Pareaktua Putra Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Universitas Indonesia

Seorang mahasiswa yang memiliki cita-cita besar untuk mengabdi kepada negara melalui tulisan dan aksi nyata

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengenal Senat Australia, Inspirasi bagi DPD RI

24 Oktober 2024   12:07 Diperbarui: 24 Oktober 2024   12:25 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Australia merupakan salah satu negara yang menganut sistem parlementer yang unik. Sistem pemerintahan di Australia dikenal dengan istilah "Washminster", yaitu sistem pemerintahan yang menggabungkan elemen-elemen dari dua model pemerintahan terkenal, yaitu sistem Westminster dari Inggris dan sistem Washington (sistem federal) dari Amerika Serikat. 

Australia menggabungkan struktur parlemen, pemerintahan yang bertanggung jawab, dan tradisi yang terkait dari ala-Westminster di Inggris dengan konsep federalisme dan pembagian kekuasaan antara pemerintah Negara Bagian dan Federal dari sistem Washington di Amerika.

Struktur parlemen di Australia serupa dengan sistem westminster yang menganut sistem bikameral dalam parlemen. Kamar bawah (lower-house) dalam Parlemen Australia dikenal dengan nama The House of Representatives dan kamar atas (upper-house) dikenal dengan nama The Senate. 

Pembentukan senat Australia terjadi pada tahun 1901 saat Federasi Australia terbentuk melalui Undang-Undang Konstitusi Persemakmuran (Commonwealth of Australia Constitution Act 1900). 

Dalam sistem federal ini, senat dirancang sebagai lembaga legislatif yang mewakili kepentingan negara bagian, memastikan bahwa negara-negara bagian yang lebih kecil memiliki suara yang setara dengan negara bagian yang lebih besar di parlemen.


Senat Australia terdiri dari 76 anggota, dengan setiap negara bagian diwakili oleh 12 senator, sementara dua wilayah teritorial (Wilayah Ibu Kota Australia dan Wilayah Utara) masing-masing diwakili oleh dua senator. 

Para senator dipilih melalui sistem perwakilan proporsional, yang dirancang untuk mencerminkan  pandangan politik dari seluruh pemilih di negara bagian dan wilayah yang mereka wakili. 

Setiap senator memiliki masa jabatan enam tahun, namun pemilihan senat dilakukan setiap tiga tahun, sehingga separuh anggota senat dipilih pada waktu yang berbeda dari pemilihan dewan perwakilan. Sistem perwakilan proporsional ini memastikan bahwa senat lebih bervariasi secara politik dibandingkan Dewan Perwakilan Rakyat Australia, yang menggunakan sistem pemilihan suara mayoritas.

Konstitusi Australia menempatkan senat sebagai lembaga yang memiliki peranan yang sama besarnya dibanding House of Representatives. Senat Australia adalah lembaga legislatif yang memiliki kekuatan signifikan dalam sistem federal Australia, memainkan peran kunci dalam perwakilan negara bagian, proses legislasi, dan pengawasan terhadap pemerintah. 

Senat berfungsi sebagai house of review yang berarti senat tidak hanya mengesahkan undang-undang yang dikirim oleh House of Representatives, tetapi juga memainkan peran kunci dalam meninjau dan mengawasi tindakan pemerintah. 

(Smith, 1993). Para senator Australia mayoritas berasal dari partai politik, dan hal ini memungkinkan mereka memiliki kekuatan politik yang signifikan dalam proses legislasi. Senator yang berafiliasi dengan partai memainkan peran penting dalam mendukung atau menentang kebijakan pemerintah yang diusulkan di parlemen.

 Senat memiliki kekuasaan untuk menolak undang-undang, termasuk anggaran, yang diusulkan oleh House of Representatives. Ini memberi mereka peran yang krusial dalam proses legislasi, terutama ketika partai yang menguasai Senat berbeda dengan partai yang menguasai House of Representatives, sehingga menciptakan keseimbangan kekuasaan antara cabang-cabang pemerintahan.

Di Australia, House of Representatives cenderung lebih mendominasi inisiatif legislatif, tetapi Senat memegang peran penting dalam meninjau dan mengamandemen undang-undang, sehingga menciptakan proses yang lebih transparan dan akuntabel. 

Sebagai contoh, dalam era Perdana Menteri Howard, Pemerintah mengajukan 379 Rancangan Undang-Undang (RUU), dimana 53 diantaranya diajukan langsung di Senat. 

Senat mengamandemen 178 RUU selama pembahasan dan menolak 16 RUU lainnya pada tahap pembacaan kedua (Uhr, 2002). Melalui hal ini dapat dilihat bahwa Senat Australia memiliki kekuasaan legislatif yang signifikan, bahkan dapat menolak atau mengamandemen undang-undang yang diusulkan oleh House of Representatives.

Anggota senat di Australia memiliki posisi yang jauh lebih strategis jika dibandingkan dengan anggota senat (Dewan Perwakilan Daerah) di Indonesia, DPD di Indonesia dianggap sebagai lembaga "pelengkap" dari DPR di parlemen, karena banyaknya keterbatasan dalam melakukan berbagai fungsinya. DPD pertama kali diperkenalkan melalui Amandemen Ketiga UUD 1945 pada tahun 2001 sebagai respons terhadap reformasi politik setelah jatuhnya rezim Orde Baru. 

Sebelum amandemen ini, Indonesia hanya memiliki satu lembaga legislatif yang terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sehingga tidak ada representasi khusus bagi daerah.
Antara Senat dan DPR yang ada di Indonesia memiliki kewenangan yang sangat timpang. 

Hal ini memang diatur dalam konstitusi Indonesia, dimana DPD memiliki kewenangan dalam hal pemrakarsa, pembahasan, dan pengawasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang berhubungan dengan kepentingan daerah, seperti otonomi daerah, perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta pembentukan dan pemekaran daerah.. 

Namun, di Indonesia DPD di Indonesia hanya bisa memberikan pertimbangan tanpa bisa ikut memutuskan terkait RUU yang ada. Hasil pertimbangan ini hanya diserahkan kepada DPR untuk ditindaklanjuti, namun tidak dijelaskan kelanjutan dari hasil pertimbangan tersebut (Toding, 2017).

Melalui penjelasan ini dapat dilihat bahwa Senat memiliki posisi yang penting dalam menjalankan pemerintahan. Dari perbandingan di atas, terlihat jelas bahwa senat di Australia memiliki peran yang jauh lebih kuat dan signifikan dibandingkan DPD di Indonesia. Senat Australia tidak hanya memiliki kekuatan untuk mengawasi eksekutif, tetapi juga memiliki kekuasaan legislatif yang setara dengan Dewan Perwakilan. 

Di sisi lain, DPD Indonesia memiliki kekuasaan yang terbatas dalam hal legislasi, dengan peran utama yang lebih bersifat konsultatif dan representatif.

Perbedaan ini mencerminkan perbedaan mendasar dalam sistem pemerintahan kedua negara. Australia menganut sistem federalisme yang memberikan kekuasaan besar kepada negara-negara bagian, sementara Indonesia adalah negara kesatuan dengan kekuasaan yang lebih terpusat di pemerintah pusat. 

Pembentukan DPD di Indonesia lebih merupakan respons terhadap tuntutan reformasi dan desentralisasi setelah masa Orde Baru, namun kekuasaan yang diberikan kepada DPD tetap terbatas dibandingkan lembaga legislatif lainnya.

Baik di Australia maupun Indonesia, senat atau lembaga serupa tetap penting dalam memastikan representasi yang lebih seimbang dan inklusif dalam proses pengambilan keputusan di tingkat nasional. 

Tantangan ke depan, terutama bagi Indonesia, adalah bagaimana meningkatkan peran DPD agar dapat lebih efektif dalam memperjuangkan kepentingan daerah dan terlibat dalam proses legislasi yang lebih substantif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun