Adanya budaya patriarki yang mengakar juga mempengaruhi pemerintah yang berperan untuk menjaga hak dan keamanan dari korban. Kepolisian, yang merupakan pihak yang memiliki wewenang untuk melakukan penindakan hukum seringkali absen terhadap masalah-masalah yang bersifat "domestik" seperti KDRT ini. Seperti kasus Ibu Mega yang disebutkan dalam debat capres, dapat dilihat bahwa pihak polisi tidak terlalu aktif dalam menyelesaikan kasus domestic violence.Â
Dari segi peraturan sendiri, pemerintah juga masih memiliki berbagai regulasi yang dianggap bias gender, seperti Pasal 106 KUHPerdata yang menyatakan dimana istri harus tunduk dan patuh terhadap suami. Selain itu dalam UU Perkawinan juga menyatakan bahwa suami merupakan kepala rumah tangga. Peraturan-peraturan yang bias gender seperti ini harus segera diubah untuk memberikan rasa aman bagi perempuan dalam ranah domestik.
Budaya patriarki akhirnya membentuk sifat-sifat inferior dari perempuan. contohnya banyak perempuan yang akhirnya mencabut laporan KDRT karena alasan seperti tidak tega suaminya ditahan, tidak ada lagi pencari nafkah, menjaga nama baik keluarga, dan alasan-alasan lainnya. Masyarakat sendiri juga terdampak terhadap budaya ini, sehingga cenderung memojokkan perempuan yang menjadi korban KDRT. Masyarakat tidak jarang menuduh korban sebagai penyebab terjadinya kekerasan dan juga menyalahkan sikap korban yang melapor suaminya ke polisi. Berbagai tindakan masyarakat yang terpengaruh budaya patriarki ini menyebabkan KDRT masih banyak terjadi di Indonesia
Solusi dan Prospek PerbaikanÂ
Nancy Fraser, seorang pemikir feminis liberal kontemporer menyatakan bahwa untuk menghilangkan ketidakadilan budaya berupa tidak adanya pengakuan dan penghormatan dalam kehidupan sehari-hari, diperlukan rekognisi atau pengakuan melalui berbagai kebijakan atau tindakan-tindakan.
Melihat masih belum teratasinya masalah KDRT di Indonesia, perlu ada solusi untuk mengatasi masalah ini. Kesadaran masyarakat merupakan hal pertama yang harus ditingkatkan dalam upaya pencegahan kasus KDRT. Hal ini sebenarnya sudah diatur dalam Pasal 15 UU No 23 Tahun 2004 yang berisi "yang dapat melaporkan adalah setiap orang yang mendengar, melihat atau mengetahui terjadinya KDRT wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya..". Peran masyarakat sekitar cukup penting untuk membantu korban KDRT mendapatkan keadilannya.
Aparat selaku penegak hukum juga perlu memiliki perbaikan ke depannya untuk mengatasi permasalahan KDRT ini. Salah satu solusinya adalah dengan memperbanyak polisi perempuan yang bertugas untuk menerima aduan kasus KDRT. Setiap kantor polisi wajib memiliki pos aduan kasus KDRT yang diurus oleh polisi perempuan agar korban dapat lebih aman dalam membuat laporan tanpa adanya intimidasi yang biasa dilakukan oleh polisi laki-laki dalam menerima laporan. Anggota kepolisian juga perlu mendapatkan pelatihan untuk mengatasi kasus KDRT agar lebih peka dalam menerima kasus yang bersifat domestik.Â
Kebijakan-kebijakan yang tidak bias gender sangat diperlukan untuk mengatasi kasus KDRT yang sering dialami oleh perempuan.Â
Adanya kerja sama yang terjalin antara masyarakat dan pemerintah merupakan solusi yang baik untuk menangani kasus KDRT yang masih marak terjadi. Pemerintah dapat melakukan kerja sama dengan berbagai organisasi perempuan untuk membantu pemerintah dalam hal sosialisasi kepada masyarakat mengenai isu ini. Sama halnya dengan proses pembentukan UU No 23 Tahun 2004, peran aktivis perempuan dalam berbagai organisasi non-pemerintah sangat diperlukan untuk memperkuat implementasi dari UU No 23 Tahun 2004 ini.Â
Kesimpulan
Isu mengenai KDRT mulai kembali naik di publik saat menjadi salah satu topik dalam pemaparan visi salah satu calon presiden dalam debat capres beberapa waktu yang lalu. Secara regulasi, masalah KDRT sudah diatur dalam UU No 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Namun, alih-alih mengalami penurunan, kasus KDRT justru mengalami peningkatan setelah hampir 20 tahun undang-undang tersebut disahkan. Budaya patriarki yang masih mengakar memengaruhi masyarakat dan aparat penegak hukum dalam upaya mengurangi kasus KDRT ini.Â