"...Inilah yang membimbingku / lebih pasti dari cahaya siang /
ke tempat ia sedang menungguku - ia yang aku kenal begitu akrab/
di sana di sebuah tempat di mana tak seorangpun kelihatan./
O malam yang membimbing !/
O malam yang lebih mempesona dari fajar !/
O malam yang telah menyatukan /Â
Sang Pengasih dengan kekasihnya,/
mengubah sang kekasih menjadi Sang Pengasih.
(Malam Gelap (The Dark Night), Yohanes dari Salib)
Roh kecurigaan dan perselisihan, roh kesombongan, dan iri hati, ternyata lebih lihai dari yang diperkirakan akal manusia. Tidak pandang di lingkungan profan (duniawi) atau pun religius (biara). Roh itu cerdik menyelinap dan mengelabuhi.
Ia ingin membuyarkan setiap rencana Allah yang bekerja dalam usaha dan kehendak baik orang-orang yang dikasihi-Nya. Kalaupun roh itu gagal mengacaukan rencana Allah, ia setidaknya menghambatnya agar manusia dan kemanusiaan sejati terbelenggu dalam dosa terus.
Gerakan reformasi yang digulirkan Teresa dari Avila dan bersama dengan Yohanes dari Salib di kalangan biara Karmelit, membuat dirinya dihukum cambuk dan dipenjara dalam sel tersendiri terlepas dari persaudaran.
Roh pemecah belah itu memang berhasil menebarkan jebakannya, tetapi dihadapan Yohanes dari Salib justru di kegelapan malam karena mengikuti jejak Tuhan Yesus Kristus itulah, si penjebak itu menyingkapkan siapa dirinya yang sejati, yakni si pembuat onar, pembinasa manusia sejak awal mula.
Dalam kegelapan dan kesengsaraan, seperti gurunya Yesus Kristus seperti diwahyukan dalam Kitab Suci, tidak membuat Yohanes dari Salib putus asa. Justru dalam kegelapan dan kesengsaran itu, Yohanes dari Salib memperoleh pengalaman-pengalaman religius seperti tampak dalam puisi-puisi indahnya.
Ia justru memperoleh rahmat meskipun melewati jalan sempit (dan penuh kesukaran). Tidak berhenti di situ, Yohanes dari Salib ini memberikan kesaksian otentik. Ia mengajarkan jalan itu kepada orang-orang yang ingin mencapai kebersatuan dengan Tuhan. Di sinilah dia menjadi pembimbing yang bisa diteladani di masa kini justru di tengah-tengah banyak guru-guru dan pembimbing rohani palsu. Itulah sosok Juan de Yepes (1540 - 1591) yang dikenal dengan Yohanes dari Salib.
Bagaimana pengalaman, pemikiran, dan bimbingan Yohanes dari Salib dapat kita pakai untuk mengolah pengalaman-pengalaman kita sendiri untuk kematangan hidup rohani ?
Buku Yohanes dari Salib ini memberi tawaran jawaban yang menarik. Buku karya Fr. Wilfrid MvGreal, OCarm ini mengantarkan kita memahami jalan yang dilalui Yohanes dari Salib itu. Pembahasannya ringkas, padat, dan jelas sehingga mudah dipahami dan tentu membangkitkan semangat rohani menuju kesempurnaan, Gunung Karmel, Gunung Kesempurnaan.
Intinya, cara menuju keakraban dengan Tuhan adalah dengan melepaskan segala sesuatu yang dianggap sangat disenangi dan sangat penting dalam hidup. Sungguh suatu cara yang tidak mudah. Suatu jalan yang sempit. Yohanes dalam The Ascent of the Mount Carmel (Pendakian Gunung Karmel) menunjukkan antitesis 'todo' (segala) dan 'nada' (tiada).
"...'nada' atau tiada, merupakan bagian dari sebuah proses mencapai kebebasan pribadi yang mendalam - pelepasan beban yang menghambat perkembangan diri. 'Nada' adalah jalan yang menjadi bagian dari perjalanan yang disebut malam gelap," kata penulis buku Guilt and Healing, Fr. Wilfrid McGreal, OCarm ini (h. 55).
Suatu malam gelap sendiri, menurut Yohanes dari Salib terdiri dua tahap, yaitu 'malam aktif bagi rasa' dan 'malam pasif bagi jiwa'. Perpindahan dari tahap satu ke tahap lainnya adalah perpindahan dari meditasi menuju doa kontemplasi.
'Malam aktif bagi rasa' dimulai oleh seseorang yang ingin lebih dekat dengan Tuhan. Di tahap inilah tahap koreksi atas tingkah laku yang penuh dosa dan kepuasan yang berpusat pada diri pribadi, dilakukan.
Sedangkan 'malam pasif bagi jiwa', merupakan tahap akhir berupa pemurnian akhir yang mengarah dengan pengalaman mistis yang mendalam. Di sinilah butuh kesabaran karena berlangsung dengan lambat. Seseorang merasa tak berdaya, hancur, dan segala sesuatu tampak gelap seakan-akan Tuhan telah mengabaikannya.
Dua tahap itu sebenarnya, menurut Wilfrid McGreal, bukanlah suatu kemutlakan karena setiap pribadi itu unik. Dan, lagi, tindakan Tuhan dalam hidup kita sifatnya bebas, tidak bisa ditentukan, dianalisa, apalagi diprediksi.
Modern
Dunia modern saat kini dipenuhi dengan ketidakpastian. Yang transenden pun tidak menjadi perhatian. Kehidupan rohani pun dibiarkan kering, lalu layu, dan akhirnya mati. Hubungan dengan Tuhan retak bahkan penuh dengan penolakan manusia sendiri. Demikian juga dengan hubungan dengan sesama.
Egoisme berkembang seperti jamur di musim hujan. Manusia terobsesi dengan dirinya sendiri. Hiruk pikuk konsumerisme di sana sini menjadi semangat pribadi, tetapi tidak mempunyai perasaan terhadap dunia dan tidak memiliki tanggungjawab sosial.
Lantas, dalam situasi demikian, apakah kita bisa mendengar Yohanes dari Salib ? Sangat bisa, jawabannya.
"Dia adalah seorang guru yang membawa pesan kebebasan, kebebasan yang memungkinkan kita menjadi sadar akan diri dan pribadi kita sepenuhnya," tegas Wilfrid McGreal. Justru, dalam kondisi dewasa kini, Yohanes dari Salib menantang pembacanya. Ajarannya, justru tentang hal-hal yang mendasar yang sering diabaikan manusia dewasa kini.
Membaca buku ini, tidak saja membangkitkan semangat kerohanian dan menyegarkan, tetapi lebih jauh melihat diri dan menggugatnya, ketika jiwa terbelenggu dalam arus zaman.
Mungkin hal itu tidak mengenakkan dan tidak memuaskan keinginan kita untuk selalu dihibur dan dibuai sampai mati. Kalaupun boleh dikatakan sebagai satu-satunya hiburan ketika kita mengalami kegelapan adalah Salib Tuhan Yesus. Seperti Yohanes dari Salib mengikuti jejak Yesus Kristus, mengikuti salib-Nya. Lantas, kita tidak sendirian lagi.
"Dia adalah seorang guru yang membawa pesan kebebasan, kebebasan yang memungkinkan kita menjadi sadar akan diri dan pribadi kita sepenuhnya," tegas Wilfrid McGreal. Justru, dalam kondisi dewasa kini, Yohanes dari Salib menantang pembacanya. Ajarannya, justru tentang hal-hal yang mendasar yang sering diabaikan manusia dewasa kini.
Buku ini pada akhir babnya disandingkan dengan pendekatan psikologi kontemporer berkaitan dengan bimbingan rohani. Ini penting karena orang yang ingin mencapai kematangan rohani, membutuhkan bimbingan rohani dengan pembimbingan rohani yang tidak hanya sekedar bijaksana dan cermat, tetapi juga berpengalaman. Selamat membaca dan dibimbing Yohanes dari Salib...
Daniel Setyo Wibowo
Catatan : tinjauan ini pernah dimuat dalam blog pribadi tanggal 7 Oktober 2012.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H