Sementara itu, S. Effendi mengusulkan suatu 'metode reseptif obyektif''. Pelaksanannya bukan dengan menelaah yang bermaksud mengangkat sejumlah teori atau kaidah, tetapi memperkembangkan teori atau kaidah yang ditemukan telah sastra.
Metode analistis dalam sastra memang banyak dilakukan para sarjana. Dengan metode ini, suatu karya sastra diletakkan sebagai obyek. Ia dipisah-pisahkan, dipotong-potong, atau menggunakan istilah Arief Budiman 'dicungkil untuk kemudian dianalisa'.Â
Karena itu, antar sarjana sastra dengan menggunakan metode analisa ini dengan para sastrawan terdapat ketegangan. Karya sastra menjadi tidak hidup lagi, tetapi menjadi mayat di meja bedah analisa.
Diskusi kemudian berlanjut, kalau demikian tidak perlu metode untuk memahami karya sastra ? Goenawan Mohamad dengan tegas menjawab "bila perlu". Kalau dengan pendekatan totalitas, Ganzheit dirasa kurang memuaskan 'bila perlu' menggunakan metode. Sikap Ganzheit ini bukanlah suatu anti-metode atau anti-ilmu karena masing-masing karya sastra itu unik.Â
Bagi Goenawan karya kesusastraan mempunyai tujuan bukan semata-mata tema. Tujuan itu jauh dan samar-samar dari tema itu sendiri, yakni terealisasinya nilai-nilai yang dirindukan segenap manusia dalam segala kegiatannya, yakni nilai-nilai kemanusiaan.
Buku ini sesuai dengan siapa saja yang berminat pada sastra, khususnya pada kritikus sastra atau calon-calon kritikus. Karena tujuan jauh kesusastran adalah nilai-nilai kemanusian dan juga bisa menjadi obat mujarab bagi bangsa yang sakit mentalnya, maka murid-murid SMA, guru, dosen, peminat sastra atau siapa saja sangat bagus membacanya. Selamat membaca...
Apa itu metode Ganzheit itu ? Arief Budiman menjawab bahwa metode itu merupakan proses partisipasi aktif dari sang kritikus terhadap karya seni yang dihadapinya. Mula-mula tanpa konsepsi a priori apapun juga, sang kritikus membiarkan karya seninya secara merdeka berbicara sendiri. Kemudian terjadilah sebuah dialog, sebuah pertemuan, sebuah interferensi dinamis antara kedua subyek yang hidup dan merdeka. Sebenarnya, hal ini lebih ke  arah sikap hidup ketimbang metode dari suatu ilmu.
Daniel Setyo Wibowo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H